Bisnis.com, JAKARTA – Komisi VII DPR RI menyampaikan telah memberikan sejumlah catatan penting kepada pemerintah terkait dengan persoalan polusi udara.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menuturkan mejumlah catatan tersebut berkaitan dengan kecepatan transisi dan konversi energi batu bara ke gas terhadap berbagai pembangkit yang aktif beroperasi.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah harus menggalakkan kendaraan listrik baik sepeda motor atau mobil sehingga insentif yang diberikan harus lebih menarik lagi. Terakhir dia juga meminta pemanfaatan energi bersih yang berbasis tak hanya gas tapi juga sampah atau waste to energy. Mengingat rata-rata penghasil gas buang menimbulkan polusi metana dari tempat pembuangan sampah.
Baca Juga
“Jadi sampah dikelola agar bisa menjadi salah satu sumber pembangkit listrik. Selain itu juga kami meningkatkan kontrol ketat terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang bisa segera dipercepat pensiun dini harus segera dilakukan dalam kaitannya dengan transisi energi,” ujarnya kepada Bisnis dikutip, Selasa (29/8/2023).
Sementara itu, Komisi IX DPR RI mendapat usul untuk mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus) guna mencari solusi mengatasi polusi udara yang tengah menghantui masyarakat, khususnya di Jabodetabek dan sekitarnya. Dengan melibatkan lintas sektor, diharapkan akan ada kebijakan lebih komprehensif dalam mengatasi persoalan polusi udara.
"Kami mendapat beberapa saran, bahwa bagaimana kalau nanti kita mengusulkan ke pimpinan DPR untuk membuat Pansus untuk bagaimana kita sama-sama mengatasi masalah polusi udara. Bukan hanya di Jabodetabek, tetapi di seluru Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris.
Usulan untuk pembentukan Pansus muncul dalam rapat bersama Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang melakukan audiensi dengan Komisi IX DP. Dalam pertemuan tersebut, seluruh dokter yang tergabung dalam PDPI sepakat permasalahan polusi udara harus diselesaikan melalui lintas sektoral.
Pada pertemuan itu, PDPI mengungkapkan data mengenai dampak yang disebabkan polusi udara. Menurut PDPI, mengatasi masalah polusi udara bukan hanya mencari solusi terkini, namun menemukan sebuah formula tindakan pencegahan yang meminimalisir timbulnya polutan di udara.
Oleh karenanya, Charles menyatakan Komisi IX DPR akan melakukan rapat untuk membahas mengenai kemungkinan dibentuknya Pansus Polusi Udara.
"Kita akan melakukan rapat internal dan nanti kita bisa putuskan di sana. Keputusan ada atau tidaknya Pansus nanti diputuskan bersama-sama oleh pimpinan DPR dengan mendapatkan masukan dari komisi-komisi lainnya," terangnya.
Saat melakukan audiensi dengan DPR, PDPI mengungkap bahwa penyebab memburuknya kualitas udara memburuk tak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti akibat polutan dari kendaraan bermotor. Tapi juga pembangkit listrik dan pabrik yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.
Kemudian asap rokok juga menjadi penyumbang polutan di udara yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Untuk itu, menurut Charles, diperlukan kerja sama lintas sektoral untuk menghadapi masalah tersebut.
"Kalau kita membuat Pansus nanti kita bisa melibatkan teman-temab lintas sektor baik dari yang berkaitan dengan transportasi, KLHK [urusan lingkungan hidup] , industri dan seterusnya. Sehingga nanti rekomendasi dikeluarkan juga akan bisa diterapkan," katanya.
Pembentukan Pansus juga didukung oleh beberapa komisi selain Komisi IX yang membidangi urusan kesehatan. Hal ini mengingat masalah polusi udara harus dikerjakan bersama-sama.
"Dengan pimpinan Komisi IV [urusan lingkungan hidup] dan komisi VII [energi] secara informal, mereka mengatakan ya memang kalau mau menyelesaikan permasalahan ini harus bersama-sama. Maka wacana terkait Pansus, penanganan polusi Jabodetabek bukan sesuatu yang mungkin untuk dilakukan," tutur Charles.
Di sisi lain, Charles juga menyinggung soal adanya usulan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk meminimalisir dampak kesehatan dari polusi udara bagi anak. Ia menilai, hal tersebut hanya solusi jangka pendek saja.
"Bagi saya hal ini adalah solusi yang bukan solusi permanen dan harus menjadi opsi terakhir. Pembelajaran jarak jauh, mungkin hanya akan menyelesaikan masalah dalam beberapa hari ke depan," ungkapnya