Bisnis.com, JAKARTA - Seorang pria melakukan serangan penembakan di Florida atas kebencian terhadap orang berkulit hitam yang menyebabkan 3 orang tewas.
Ryan Christopher Palmer (21) menembakkan 11 peluru ke arah seorang wanita yang duduk di mobilnya di Jacksonville, sebelum memasuki sebuah toko dan menembak 2 orang lainnya.
Sheriff TK Waters mengatakan pelaku kemudian mengarahkan pistolnya ke dirinya sendiri.
Waters dalam konferensi pers mengonfirmasi bahwa Palmer tidak memiliki riwayat kriminal sebelumnya dan tinggal bersama orang tuanya di Clay County pada Minggu (27/8/2023).
Polisi mengatakan bahwa Palmer telah menulis beberapa pesan untuk orangtuanya, media dan agen federal, yang memerinci kebenciannya terhadap orang kulit hitam.
Melansir BBC, Waters mengatakan pesan tersebut merinci ideologi kebencian penembak dengan bermotif rasial dan membenci orang kulit hitam.
Baca Juga
"Sejujurnya adalah buku harian orang gila. Dia tahu apa yang dia lakukan. Dia 100 persen sadar. Dia tahu apa yang dia lakukan dan sekali lagi, sangat mengecewakan bahwa ada orang yang melakukan tindakan sejauh ini untuk menyakiti orang lain," ujarnya.
Waters mengatakan Palmer pernah ditahan sebentar selama 72 jam pada 2017 berdasarkan Undang-Undang Baker. Undang-undang kesehatan mental mengizinkan penahanan paksa terhadap seseorang untuk mendapatkan perawatan.
Adapun, senjata yang digunakan pelaku diperoleh secara legal.
Dia menyebut bahw masalahnya bukan pada ketersediaan senjata, tetapi karena pembunuhnya adalah orang jahat.
Polisi Jacksonville memutar video CCTV pada konferensi pers yang menunjukkan saat Palmer berjalan ke mobil tempat dia membunuh wanita pertama yang membawa senjata. Kemudian dipotong menjadi video dia memasuki toko.
Waters juga membenarkan bahwa Palmer membiarkan beberapa orang keluar dari toko tanpa melukai mereka.
"Kenapa? Saya tidak tahu. Ada yang berkulit putih, tapi saya yakin ada pasangan yang tidak berkulit putih," katanya.
Wali Kota Jacksonville Donna Deegan menyebut bahwa penembakan berlatarbelakang rasisme itu merupakan kejahatan penuh kebencian.
Sementara, Jaksa Agung AS Merrick Garland mengatakan bahwa Departemen Kehakiman sedang menyelidiki serangan ini sebagai kejahatan rasial dan tindakan ekstremisme kekerasan yang bermotif rasial.
“Tidak seorang pun di negara ini harus hidup dalam ketakutan akan kekerasan yang dipicu oleh kebencian dan tidak ada keluarga yang harus bersedih karena kehilangan orang yang mereka cintai karena kefanatikan dan kebencian,” katanya.
Adapun serangan itu terjadi kurang dari satu mil dari Universitas Edwards Waters yang bersejarah. Pihak universitas menyatakan bahwa Palmer pertama kali datang ke kampus, dan dia diminta untuk mengidentifikasi dirinya oleh petugas keamanan. Namun,dia menolak, dan diminta untuk pergi.
“Orang tersebut kembali ke mobilnya dan meninggalkan kampus tanpa insiden,” tambah pernyataan itu.
Kemudian, pelaku terlihat mengenakan rompi antipeluru dan masker sebelum meninggalkan kampus, dan universitas dikunci setelah penembakan itu.