Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) menuduh China dan Rusia melindungi Korea Utara (Korut) dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (25/8/2023).
Korea Utara selama ini berupaya meluncurkan rudal tercanggihnya dan menempatkan satelit mata-mata di luar angkasa.
Pada pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB, sebanyak 13 dari 15 anggota semuanya, kecuali Moskow dan Beijing mengutuk uji coba satelit mata-mata kedua Pyongyang yang menggunakan teknologi rudal balistik, dalam 3 bulan terakhir.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan Dewan Keamanan PBB gagal memenuhi komitmennya karena terhalang oleh China dan Rusia.
“Ini seharusnya menjadi isu yang mempersatukan kita. Namun sejak awal 2022, Dewan ini telah gagal memenuhi komitmennya karena hambatan dari China dan Rusia,” katanya, seperti dilansir dari CNA, pada Sabtu (26/8/2023).
Dia mengatakan bahwa ancaman nuklir Korea Utara semakin meningkat, dan Rusia serta China tidak memenuhi tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Baca Juga
Thomas-Greenfield juga mengecam kehadiran pejabat Rusia dan China di parade militer Korea Utara yang memamerkan drone baru dan rudal balistik antarbenua berkemampuan nuklir, pada bulan lalu.
“Mereka merayakan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan dan terus memblokir tindakan Dewan Keamanan,” ucapnya.
China dan Rusia memveto resolusi yang memberlakukan sanksi baru terhadap Pyongyang pada Mei 2022. Sejak saat itu, tidak ada resolusi atau deklarasi DK PBB mengenai Korea Utara.
Perwakilan China dan Rusia mengatakan Washington harus disalahkan atas sikap agresif Korea Utara, dan merujuk pada latihan militer AS yang sedang berlangsung dengan Korea Selatan.
Korea Utara telah lama menyatakan bahwa program nuklirnya dilakukan untuk membela diri, dan mengatakan hal yang sama juga berlaku untuk program satelitnya.
“Peluncuran satelit pengintaian yang kami lakukan merupakan wujud hak sah untuk membela diri guna mencegah semakin meningkatnya tindakan permusuhan militer Amerika Serikat,” ujarnya.
Duta Besar Korea Utara Kim Song menambahkan bahwa negaranya tidak pernah mengakui resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai hal tersebut. Namun, Thomas-Greenfield menolak itu.
"Korea Utara mengutamakan kepentingan egoisnya di atas kebutuhan mendesak rakyat Korea Utara,” katanya.
Thomas-Greenfield menyatakan bahwa mesin perang Korea Utara merupakan ancaman besar bagi perdamaian global.