Bisnis.com, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebut sebutan 'pak Lurah' yang disinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR 2023 merupakan panggilan kesayangan.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah mengungkapkan para elite politik memang kerap memanggil Presiden Jokowi dengan sebutan 'Pak Lurah'. Said membantah membantah sebutan itu memiliki maksud negatif.
"Kan sebenarnya memang di antara elite, kita berkembang 'Pak Lurah, Pak Lurah' itu menunjukkan kecintaan, karena presiden kita itu punya public trust [kepercayaan publik] yang tinggi, luar biasa, sehingga di antara elite kalau nyebut 'Pak Lurah', 'Pak Lurah' kan panggilan kesayangan," jelas Said di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/8/2023).
Ketua Badan Anggaran DPR ini malah kagum Jokowi sampai klarifikasi sebutan 'Pak Lurah' yang disematkan ke dirinya itu. Bahkan, klarifikasi itu dilakukan dalam forum Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD 2023.
"Itu menunjukkan kalau bapak Presiden tetap berdiri kokoh sebagai presiden, dia tidak ikut-ikut langgam [kebiasaan] partai politik karena sadar betul sebagaimana disampaikan Bapak Presiden, clear, 'Saya ini Presiden Republik Indonesia, bukan ketua umum partai' itu mengagetkan kita semua," ujar Said.
Sebelumnya, dalam pidato kenegaraannya, Jokowi mengawali dengan menyinggung politisi dan partai yang masih belum mengumumkan capres dan cawapres lantaran belum mendapatkan arahan dari ‘pak Lurah’.
Baca Juga
“Saya sempat mikir. Siapa ‘pak Lurah’ ini. Sedikit-sedikit kok pak Lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud pak Lurah itu ternyata Saya. Ya, saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia,” ujarnya.
Kendati demikian, Jokowi pun kembali menegaskan bahwa dirinya bukan merupakan ketua umum partai atau sosok ketua koalisi partai, sehingga dia mengingatkan jika sesuai ketentuan UU maka penentuan capres dan cawapres merupakan hak dari partai dan koalisi partai.
“Jadi saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan ‘paten-patenan’, dijadikan alibi, dijadikan tameng,” pungkas Jokowi.