Bisnis.com, SOLO - Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar mengatakan jika hukuman mati sulit diterapkan di Indonesia.
Hukuman mati menjadi topik yang sedang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Apalagi setelah Ferdy Sambo divonis bebas dari hukuman tersebut.
Makamah Agung (MA) telah membatalkan hukuman mati Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat dan digantikan dengan hukuman penjara seumur hidup.
Peliknya masalah ini mengingatkan pada pernyataan Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar lima tahun lalu.
Dalam wawancara yang dipandu oleh Najwa Shihab, Artidjo Alkostar mengatakan bahwa hukuman mati sangat sulit diterapkan di Indonesia.
Akan tetapi dalam konteks ini, Artidjo Alkostar menyoroti hukuman mati kepada koruptor yang keberadaannya sangat merugikan negara.
Baca Juga
"Korupsi itu kan kejahatan luar biasa, itu tindakan merugikan negara dan memiskinkan rakyat. Di negara manapun, korupsi ini menjadi kanker di tubuh negara," kata Artidjo Alkostar.
"Jadi menurut saya, hukuman yang paling tepat untuk koruptor itu pertama adalah mengembalikan harta kekayaan negara sebanyak-banyaknya. Tidak boleh ada toleransi agar tubuh negara ini menjadi sehat," ia menambahkan.
Kemudian ketika ditanya mengapa koruptor tidak bisa dihukum mati, Artidjo Alkostar menjelaskan peliknya pasal tentang hukuman mati bagi koruptor.
Salah satunya adalah karena pasal Yuridisnya dikaitkan dengan keadaan lain dalam pasal yang berbeda.
"Saya sebetulnya ingin menghukum mati koruptor itu, tapi secara Yuridis itu sangat sulit karena bunyi pasal kontruksi hipotesis dalam pasal itu dikaitkan dengan keadaan lain. Misal, bisa dilakukan hukuman mati jika dilakukan dalam keadaan bencana alam, kalau mengulangi lagi, dst," tuturnya.
Artidjo Alkostar kemudian mencontohkan Undang-Undang di China yang lebih linier dalam menghukum mati para koruptornya.
"Seharusnya itu seperti di China itu linier dalam pasal itu. Kalau korupsi misal Rp1 triliun misalnya, itu dihukum mati bisa. Jangan dikaitkan dengan faktor di luar Yuridis itu. Itulah "pinternya" pembuat Undang-Undang negara kita itu," lanjut sang mantan Hakim Agung.