Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan menganugerahi Bintang Mahaputra dan Adipradana kepada Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar pada hari ini.
Menko Polhukam Mahfud MD menerangkan, pemberian penghargaan itu karena Artidjo dinilai telah berasa dan berprestasi dalam dunia hukum Indonesia.
Artidjo adalah sosok hakim yang cukup kontroversial. Tak segan menghukum berat para koruptor. Di akhir masa hidupnya, dia juga tercatat sebagai salah satu anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berikut ini adalah pekan terjang mantan Hakim Agung yang mulai menjabat pada tahun 2000 dan pensiun pada tahun 2018 itu, serta meninggal dunia pada Februari 2021.
- Pernah menyidangkan Presiden Soeharto
Pada Februari 2001 atau di masa awal menjabat, Artidjo ikut menangani kasasi kasus korupsi yayasan dengan terdakwa mantan presiden Soeharto. Majelis hakim dipegang Syafiuddin Kartasasmita (ketua), dan anggota--selain Artidjo-- Sunu Wahadi. Saat itu Syafiuddin dan Sunu menginginkan perkara dihentikan, namun Artidjo berbeda pendapat (dissenting opinion) dengan dua hakim tersebut.
Akhirnya dicapai kompromi: Soeharto tetap terdakwa, tapi dilepas statusnya sebagai tahanan kota dan dirawat dengan biaya negara. Setelah sembuh dibawa ke pengadilan
- Menghukum pembunuh aktivis Munir, Pollycarpus 20 tahun penjara
Pada Oktober 2006, MA memutuskan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto tidak terlibat dalam pembunuhan aktivis Munir. Putusan tersebut membatalkan vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
Artidjo melakukan dissenting opinion dengan dua hakim lainnya: Iskandar Kamil (ketua majelis) dan Atja Sonjaya. Menurut Artidjo, Pollycarpus terbukti terlibat, dan harus dihukum seumur hidup.
Pada Januari 2011, MA menghukum Pollycarpus 20 tahun penjara. Namun, pada 2 Oktober 2013, MA mengabulkan PK kedua yang diajukan Pollycarpus, mengurangi hukuman menjadi 14 tahun penjara.
- Menghukum mati bandar narkoba Giam Hwei Liang
Artidjo pada Oktober 2013 menetapkan pidana mati kepada Giam Hwei Liang alias Hartoni Jaya Buana, yang mengendalikan peredaran narkoba di wilayah Banjarmasin dari LP narkotik Nusakambangan, Cilacap. Putusan dijatuhkan majelis kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar dengan anggota Sri Wahyuni dan Suhadi.