Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku telah menyiapkan sejumlah jurus untuk antisipasi berbagai pelanggaran dan masalah pada Pemilu 2024. Salah satu jurus itu tak lain dengan upaya pencegahan.
Komisioner Bawaslu Lolly Suhenty menjelaskan, upaya pencegahan itu dikristalisasi dengan merumuskan dan merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada medio Desember 2022.
Bawaslu memakai empat konstruksi dalam menilai IKP, yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.
Selain itu, ada 61 indikator yang digunakan, yang masing-masing mengukur jumlah kejadian dan tingkat kejadian.
Hasilnya, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan paling tinggi dengan skor 88,96, diikuti Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04), dan Kalimantan Timur (77,04). Kelima provinsi ini masuk ke kategori kerawanan tinggi.
Lolly menjelaskan, yang dimaksud kerawanan pemilu merupakan segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat pemilu yang demokratis. Sementara itu, setidaknya ada tiga tujuan dari IKP.
“Pertama, memetakan potensi kerawanan yang ada di 34 provinsi dan kabupaten/kota. Lalu melakukan proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran terhadap pemilu ataupun pemilih kita, dan yang ketiga bertujuan untuk menjadi basis untuk program pencegahan dan pengawasan tahapan pemilu,” ujar Lolly saat memaparkan rilis IKP di Redtop Hotel, Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Usai hampir delapan bulan diluncurkan dan didistribusikan ke para pemegang kepentingan, ternyata Bawaslu melihat masih perlunya merumuskan IKP yang lebih rinci. Oleh sebab itu, dalam waktu dekat Bawaslu akan meluncurkan IKP tematik.
“IKP tematik ini untuk menjawab beberapa hal yang belum mampu ter-cover [tercakup] secara detail dalam IKP besar di 2022,” jelas Lolly di acara Media Gathering Bawaslu 2023, Sukabumi, dikutip Minggu (6/8/2023).
Dia menyatakan IKP tematik ini akan diluncurkan sebelum proses kampanye Pemilu 2024 dimulai. Masa kampanye sendiri dimulai pada 28 November 2023 atau kurang dari empat bulan lagi.
Pendukung salah satu calon presiden di Pilpres 2019, di Jakarta. /Bloomberg
Lolly menjelaskan, ada lima tema yang akan diluncurkan dalam IKP tematik. Lima tema ini merupakan pelanggaran atau masalah yang menjadi sorotan paling banyak dalam IKP 2022.
“Pertama adalah soal politik uang, kedua tematik soal netralitas ASN, ketiga tematik soal politisasi SARA, yang keempat tematik soal kampanye di media sosial karena luar biasa percepatannya hari ini, dan yang kelima adalah tematik pemilu luar negeri,” ungkapnya.
Nantinya, IKP tematik ini akan diluncurkan di provinsi-provinsi dengan potensi kerawanan paling tinggi terjadi, sesuai dengan skor dalam IKP 2022.
“Bagi Bawaslu, IKP tematik ini menjadi penting untuk memudahkan kita semua memastikan berbagai potensi kerawanan bisa kita sikapi dengan strategi terbaik, termasuk salah satunya upaya strategi pencegahan dari teman-teman jurnalis,” ujar Lolly.
Kuncinya Komitmen
Sementara itu, pegiat pemilu dari Maju Perempuan Indonesia (MPI) Wahidah Suaib mengapresiasi langkah Bawaslu merilis IKP tematik. Meski demikian, Wahidah mengingatkan IKP tematik ini harus menggunakan metode hingga sosialisasi yang tetap.
Komisioner Bawaslu 2008-2012 ini mengatakan, perlunya sosialisasikan hasil IKP kepada pemangku kepentingan di daerah, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika tidak, IKP tematik hanya akan jadi hasil penelitian semata.
"Harus dibicarakan bersama. Ini ada indeksnya seperti ini, mari kita bicarakan bagaimana mencegah agar tidak menjadi betul-betul kenyataan," jelas Wahidah juga di sela-sela Media Gathering Bawaslu 2023, Sukabumi, dikutip Minggu (6/8/2023).
Dia mengakui, kelima IKP tematik yang dirumuskan Bawaslu itu memang kerap menjadi masalah utama jelang pemilu.
Pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan perwakilan partai memeriksa dokumen di kantor pusat KPU di Jakarta, Indonesia, pada Selasa, 21 Mei 2019. /Bloomberg
Wahidah juga menambahkan, Bawaslu harus memgawasi realisasi lima poin kedaulatan rakyat dalam pemilu. Pertama, warga negara yang sudah punya hak pilih harus dipastikan terdaftar sebagai pemilih.
Kedua, pemilih harus bisa menggunakan hak pilihnya tanpa hambatan. Ketiga, pemilih bebas menentukan pilihan politiknya.
Keempat, rakyat dapat akses penuh atau tidak terhambat haknya untuk mengawal proses hingga melaporkan pelanggaran pemilu. Kelima, suara pemilih dihitung sesuai pilihannya dan bebas dari manipulasi suara.
Baca Juga : Bawaslu Usul Pilkada 2024 Ditunda, Ada Apa? |
---|
Di samping itu, Wadidah menegaskan yang terpenting dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu adalah komitmen. Dia mencontohkan, Bawaslu eranya pernah memproses pidana pasangan calon Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan SBY-Boediono jelang Pilpres 2009.
Bawaslu, lanjutnya, menemukan adanya aliran sumbangan dana kampanye ke dua pasangan itu dari perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh asing atau pihak dari luar negeri.
Padahal, aturan tak memperboleh adanya dana dari luar negeri digunakan untuk dana kampanye pemilu. Alasannya, agar tak ada intervensi kepentingan asing ketika pejabat itu terpilih.
“Intinya pada komitmen. Lihat aturan, lihat perbuatannya, melanggar atau tidak. Jangan lihat siapa yang buat. Bukan tak mungkin yang melakukan, pelaku ini adalah orang-orang kuat. Bisa buat keder. Ya abaikan itu, siapa pun diproses,” tegas Wahidah.