Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI resmi menatapkan Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Seperti diketahui, Marsdya Henri merupakan Kepala Basarnas periode 2021-2023 dan Letkol Afri merupakan Koorsmin Kabasarnas, yang sebelumnya diduga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pihak penerima suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
"Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI aktif atas nama HA [Henri Alfinadi] dan ABC [Afri Budi Cahyanto] sebagai tersangka. Terhadap keduanya malam ini juga kami lakukan penahanan," ujar Komandan Puspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko pada konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, dikutip dari siaran YouTube Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Senin (31/7/2023).
Agung mengatakan penahanan kedua perwira TNI itu akan dilakukan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer di Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Perwira TNI Angkata Udara (AU) itu juga megatakan bahwa penetapan tersangka atas keduanya merupakan hasil menurut keterangan saksi pihak swasta, serta juga terpenuhinya unsur tindak pidana.
Adapun, Letkol Afri sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Selasa (25/7/2023). Dia lalu diserahkan kepada TNI dari KPK. Agung menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, Afri telah menjelankan perintah Kepala Basarnas sejak pertengahan Mei 2021.
Baca Juga
Perintah yang dijalani itu meliputi menerima laporan penyerapan anggaran setiap awal, menghubungi pihak swasta yang telah selesai melaksanakan pekerjaan dan telah menerima pencairan anggaran secara penuh untuk memberikan dana komando, menerima uang dana komando dari pihak swasta, mengelola pengeluaran dana komando terkait dengan operasional Kabasarnas, serta melaporkan dana komando kepada Kepala Basarnas.
Afri juga disebut telah mengenal Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, yang juga terjaring OTT dan ditetapkan tersangka oleh KPK. Dia disebut hanya bertemu sebanyak empat kali di kantor dan parkiran bank BNI di Mabes TNI.
"ABC kenal sejak 2021 ketika Bu Meri memberikan cek kepada ABC hasil perkerjaan kegiatan pengadaan barang jasa," kata Agung.
Selanjutnya, Afri diduga menerima uang dari Marilya sebanyak Rp999,7 juta, Selasa (25/7/2023), atau pada saat waktu terjaring OTT oleh penyelidik KPK. Uang tersebut merupakan profit sharing dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang selesai dikerjakan perusahaan Marilya.
"ABC [Afri Budi Cahyanto] menerima uang sejumlah Rp999,7 juta dari Sdri. Marilya atas perintah Kabasarnas a.n. HA [Henri Alfinadi], perintah itu ABC terima pada tanggal 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung," terang Agung.
Terkait dengan barang bukti, uang Rp999,7 juta itu kini masih berada di pengamanan KPK. Namun, TNI telah bersurat kepada lembaga antirasuah untuk peminjaman barang bukti guna proses penyidikan.
Adapun barang bukti yang diterima penyidik Puspom TNI yakni sebanyak 27 item dengan 34 subitem. Bukti tersebut termasuk di antaranya laptop untuk menyimpan data.
Atas perbuatan kedua perwira itu, keduanya disangkakan melanggar pasal 12 a atau b atau 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah pada UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.