Bisnis.com, JAKARTA - Hasbi Hasan menjadi Sekretaris Mahkamah Agung (MA) kedua yang terjerat dalam kasus rasuah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, mantan Sekretaris MA Nurhadi terjerat kasus suap dan gratifikasi, sekaligus pencucian uang.
Adapun kasus yang menjerat Hasbi yakni terkait dengan suap pengurusan perkara kasasi di MA, yang melibatkan debitur Koperasi Simpang Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka. Perkara kasasi itu dimaksudkan untuk memutus bersalah terdakwa Budiman Gandi Suparman, yang sebelumnya dibebaskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, Hasbi diduga ikut turut serta mengawal dan mengurus perkara kasasi Heryanto di MA. Dia diduga dihubungkan dengan pihak Heryanto melalui perantara mantan Komisaris PT Wijaya Karya Beton (Persero) Tbk. Dadan Tri Yudianto, yang saat ini juga ditetapkan sebagai tersangka.
Hasil dari pengawalan Hasbi, Budiman Gandi akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum selama lima tahun penjara pada tingkat kasasi. Untuk itu, Heryanto memberikan uang sekitar Rp11,2 miliar kepada Dadan atas berhasilnya putusan kasasi yang diinginkan.
"Dari uang Rp11,2 miliar tersebut, DTY [Dadan Tri Yudianto] kemudian membagi dan menyerahkannya pada HH sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima HH [Hasbi Hasan] sejumlah sekitar Rp3 miliar," terang Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Rabu (12/7/2023).
Atas perbuatannya, Hasbi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 hruuf b dan atau pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca Juga
Pola Berulang
Seperti diketahui, mantan Sekretaris MA Nurhadi sebelumnya telah tersangkut kasus korupsi di KPK. Kasusnya pun mirip dengan Hasbi yakni suap dan gratifikasi terkait dengan pengurusan perkara di lembaga di MA.
Lembaga antirasuah juga bahkan telah mengembangkan perkara penyidikan kasus Nurhadi ke dugaan pencucian uang.
Terkait dengan perkara suap dan gratifikasi, Nurhadi divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), atau hanya setengah dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun.
Terdapat beberapa pejabat lain di lingkungan MA yang tersangkut kasus korupsi. Selain Hasbi dan Nurhadi, setidaknya pada kasus KSP Intidana terdapat dua hakim yang terjerat kasus korupsi yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Namun demikian, Ketua KPK Firli Bahuri menilai bahwa tata kelola di MA sudah banyak mengalami perbaikan. Dia menilai terdapat beberapa perbaikan sistem yang bisa menutup celah untuk melakukan korupsi.
Misalnya, pendaftaran perkara secara robotik, pengumuman putusan dalam satu hari (one day publish, one day execution), serta pengawasan yang juga dilakukan oleh KPK terhadap lembaga tersebut.
"Kami melakukan penelitian sistem apa yang perlu diperbaiki sehingga tidak ada celah dan peluang untuk tindak pidana korupsi," ujarnya.