Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Mekominfo) nonaktif Johnny G Plate menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan kasus korupsi proyek BTS Kominfo.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menanggapi hal tersebut. Menurutnya, dalam proses hukum, semua kesaksian yang disampaikan harus berdasarkan fakta bukan opini yang bisa berujung pada mispersepsi.
"Kalau proses hukum itu kan urusannya urusan fakta, kan gitu loh. Jadi kalau kita disuruh beropini kemudian disuruh berpersepsi, yo jangan kasus hukum. Kalau kasus politik boleh berpersepsi," ujar Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2023).
Dia mengatakan, jika eksepsi itu menyinggung soal perintah Jokowi maka harus jelas perintah soal apa. Sebab, lanjutnya, wajar apabila seorang presiden memberikan perintah kepada menteri sebagai pembantunya.
Namun, Pacul tak yakin Jokowi memberi perintah agar Johhny Plate melakukan korupsi dana proyek BTS Kominfo.
"Namanya Presiden tentu memberi perintah kepada pembantunya yang namanya menteri, tapi perintah yang mana? Apakah ada perintah misalnya mohon maaf lah ada misalnya perintah, 'Hei kamu ini lakukan korupsi ya!' enggak mungkin ya toh? Ngawur itu," jelas Pacul.
Baca Juga
Eksepsi Johnny disampaikan oleh penasihat hukumnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (4/7/2023). Dalam eksepsi tersebut, Johnny mengatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidikan.
“Bahwa tidak ada sedikitpun niat terdakwa untuk melakukan perbuatan koruptif,” kata penasihat hukum Johnny di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (4/7/2023).
Pihak Johnny menerangkan bahwa proyek pembangunan BTS 4G merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Proyek itu dilakukan untuk pemerataan digitalisasi berbagai sektor dan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.
Namun yang berkembang malahan terkait pengadaan fasilitas tersebut sengaja diadakan dalam rangka merampok uang negara.
“Dakwaan penuntut umum pun tidak jelas, tidak cermat, dan tidak jelas dalam menentukan peraturan yang dilanggar,” ucap penasihat hukum.