Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate dan eks Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Achmad Latif kompak menyebut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di persidangan.
Hal itu terungkap saat keduanya membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa di dalam kasus tindak pidana korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G BAKTI Kominfo.
Pihak Anang dalam nota keberatannya menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat menyudutkan Anang. Selain itu dakwaan jaksa dinilai tidak adil, cermat, jelas dan lengkap dalam menguraikan perbuatan yang didakwakan.
“Perbuatan-perbuatan yang didakwakan juga tidak sesuai dengan fakta dan keadaan yang sesungguhnya. Bahkan terdapat uraian dakwaan yang saling bertentangan,” kata penasihat hukum Anang di Pengadilan Tipikor, Selasa (4/7/2023).
Penasihat hukum Anang kemudian menjelaskan bahwa dakwaan yang dilayangkan JPU terkait peraturan perundang-undangan tidak berlaku bagi Anang yang merupakan Direktur Utama Badan Layanan Umum (BLU) BAKTI.
Dirinya juga menyebut bahwa terdapat adanya tindak pidana korupsi, untuk pembangunan menara BTS sendiri tetap harus diselesaikan sesuai arahan Presiden.
Baca Juga
“Terdakwa antara lain didakwa melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memutus kontrak para penyedia ketika terjadi deviasi pelaksanaan pekerjaan pada tahun 2021. Padahal saat ini, sekalipun menurut JPU ada tindak pidana korupsi, Presiden RI memerintahkan agar proses penyediaan BTS 4G di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) tetap dilanjutkan sampai selesai,” ucapnya.
Kemudian, penasihat hukum dari Anang semua menjelaskan bahwa keputusan Presiden yang pada hakekatnya sama dengan keputusan terdakwa, bahwa pemutusan kontrak dalam pekerjaan itu akan mendatangkan kerugian yang lebih besar dari segi waktu dan biaya.
Sebab, dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Yang Dikecualikan Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Disebutkan bahwa peraturan tersebut memuat ketentuan yang mengecualikan BLU dari kedua aturan tersebut dan memberi kewenangan serta memerintahkan pimpinan BLU untuk membentuk sendiri peraturan pengadaan barang/jasa.
Akan tetapi, pihak Anang menilai JPU bersikap dan berpendapat lain. Hal ini membuat Anang duduk dipersidangan dan menjalani penahanan, sekalipun keputusannya tersebut sama dengan keputusan Presiden.
“Selain itu, JPU juga mendakwa terdakwa melakukan berbagai perbuatan yang bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Namun setelah mencermati uraian perbuatan yang didakwakan, ternyata perbuatan-perbuatan terdakwa telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan penyediaan BTS 4G di daerah 3T oleh BAKTI,” ujar penasihat hukum.
Lebih lanjut, pihak Anang melihat bahwa dalam surat dakwaan seolah-olah menyatakan uang negara sebesar Rp8.03 triliun telah hilang akibat perbuatan terdakwa. Padahal, uang tersebut telah menjadi berbagai barang yang diperlukan untuk penyelesaian pembangunan BTS 4G.
“Dengan kata lain, dalam penyediaan BTS 4G di daerah 3T yang diperkarakan JPU, yang terjadi adalah keterlambatan, bukan hilangnya uang negara,” ujarnya.