Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengkritisi Denny Indrayana yang ingin DPR melakukan impeachment atau memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia balik menyinggung kejanggalan hasil pemilu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hasto menjelaskan, sistem politik memungkinkan masyarakat memilih langsung presiden dan wakil presiden. Oleh sebab itu, dia berpendapat legitimasi mereka sangat luas, sehingga tak bisa semena-mena dilengserkan.
"Ketika presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat maka legitimasi dan legalitas pemimpin nasional itu sangat luas, tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Itu tidak mudah sehingga harus paham Bung Denny terhadap sistem politik kita," ujar Hasto dalam sela-sela Rakernas III PDIP di Sekolah Partai DPP PDIP, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).
Dia balik menantang Denny untuk menilil kembali hasil Pemilu 2009. Hasto berpendapat pemilu yang dilakukan era Presiden SBY memiliki kejanggalan karena perolehan suara Partai Demokrat meningkat hingga 300 persen dibandingkan pada Pemilu 2004.
"Kalau bicara pemakzulan, Pak Denny saya ajak untuk coba evaluasi pemilu yang terjadi pada tahun 2009, ketika instrumen negara digunakan sehingga ada partai politik yang bisa mencapai kenaikan 300 persen," tudingnya.
Hasto berpendapat, pada Pemilu 2009 terjadi penyalahgunaan kekuasaan secara masif untuk kepentingan elektoral.
Baca Juga
Oleh sebab itu, dia meminta Denny Indrayana jangan tebang pilih dalam melihat suatu kejadian. Menurutnya, mantan Wamenkumham era SBY itu hanya mengandalkan perasaan bukan kemampuan akademiknya.
"Beliau ini kan sosok akademis yang seharusnya berbicara dengan kerangka berpikir intelektual. Jangan berbicara berdasarkan perasaan apalagi berbicara mengenai pemakzulan," jelas Hasto.
Surat Denny Indrayana
Sebelumnya, Denny Indrayana menyampaikan surat terbuka kepada Pimpinan DPR RI untuk memulai proses impeachment (pemakzulan) Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam surat tersebut, eks Wamenkumham era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Jokowi.
"Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang tokoh bangsa, yang pernah menjadi wakil presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesign hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan. Sebagai bukti awal, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya," tulis Denny dalam cuitan di akun Twitter pribadinya, Rabu (7/6/2023).
Denny mengungkapkan bahwa tokoh bangsa yang merupakan eks wapres itu mendapatkan informasi bahwa Anies akan dijegal dengan kasus korupsi sehingga gagal maju di Pilpres 2024.