Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) RI Ma'ruf Amin mengatakan bahwa sejak ditetapkan kebijakan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai prioritas pemerintah pada 2021, terjadi kemajuan yang menggembirakan dari upaya tersebut.
Dia menjelaskan kemajuan tersebut ditandai dengan menurunnya tingkat kemiskinan ekstrem dari 2,14 persen pada Maret 2021 menjadi 2,04 persen berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022 dan terus turun menjadi 1,74 persen persen berdasarkan perhitungan BPS pada September 2022.
Wapres melanjutkan jumlah penduduk miskin ekstrem berkurang dari 5,80 juta jiwa pada Maret 2021 menjadi 5,59 juta jiwa pada Maret 2022.
Menurutnya, keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini didukung oleh penajaman sasaran melalui pemanfaatan Data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), konvergensi program, serta perbaikan kualitas implementasi program.
“Hasil hingga hari ini memang cukup menggembirakan capaian yang sudah kita capai dan juga mendapat pujian dari IMF, World Bank dan kita berharap bahwa target kita untuk 2024 nanti sudah bisa mencapai ke 0 persen,” tuturnya kepada wartawan, usai memimpin Rapat Pleno tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) di Istana Wapres, Rabu (24/5/2023).
Kendati demikian, Wapres ke-13 RI itu mengingatkan tentang perbaikan kualitas pensasaran. Sebab, pemanfaatan Data P3KE menjadi kunci utama perbaikan. Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah pun harus memastikan penggunaan Data P3KE ini dalam semua program yang dilaksanakan.
Baca Juga
“Pertama tentu kantong-kantong kemiskinan kita data yang sudah kita miliki akan terus kita sempurnakan. sehingga tidak ada kantong kantong miskin yang tidak terdata, sehingga tidak ada lagi yang kemudian tidak memperoleh bantuan. Kemudian juga kita harapkan anggaran anggaran yang sudah tersedia harus dioptimalkan supaya tidak kemana-mana anggaran itu harus memang untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem,” tukasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam penanganan kemiskinan ekstrem sehingga dapat merancang skenario yang tepat untuk menekan angka kemiskinan ekstrem pada 2024 menjadi 0 persen.
Apalagi, dia melanjutkan bahwa saat ini posisi Indonesia selain berdasarkan informasi dari BPS per September 2022 yang menyebut kemiskinan ekstrem sudah turun menjadi 1,74 persen tetapi dari laporan Bank Dunia juga menyampaikan posisi Indonesia untuk kemiskinan ekstrem berada di angka 1,5 persen.
“Memang sekarang ini masih ada problem koordinasi dan sinkronisasi di lapangan dari semua sisi. Oleh karena itu, kami akan terus melakukan koordinasi untuk mengentaskan keluarga miskin ekstrem,” ujarnya.
Dia memerinci bahwa nantinya pemerintah akan melakukan penyederhanaan jalur untuk penanganan kemiskinan ekstrem. Misalnya, bagi keluarga yang belum mendapatkan BPJS akan langsung didata dan diurus oleh Kementerian PMK.
“Jadi, nanti yang memasukkan mereka ke DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) agar menjadi anggota penerimaan iuran dan kami langsung akan berhubungan langsung dengan BPJS kesehatan, kita potong ada shortcut untuk penanganan ini, begitu juga bansos itu juga sama kemungkinan kami shortcut karena kalau masuk di DTKS itu kan butuh waktu lama paling tidak 2-3 bulan,” katanya.
Lebih lanjut, dia mengaku bahwa Kementeriannya telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sehingga keluarga yang miskin ekstrem bisa mendapatkan bantuan multiprogram.
“Jadi bisa dari kemensos dia juga boleh menerima bantuan dari dana desa, juga bansos dari ke pemerintah daerah dan CSR. Sampai mereka meraih nilai nominalnya sesuai batas kemiskinan ekstrem yaitu US$1,9 per hari itu bisa terpenuhi,” pungkas Muhadjir.
Sekadar informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan angka kemiskinan ekstrem bisa turun menjadi nol persen pada 2024 atau di akhir masa jabatannya. Target tersebut telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024.
Adapun pada Maret 2022, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia tercatat sebesar 2,04 persen, turun dari Maret 2021 yang sebesar 2,14 persen.
Kendati demikian, upaya tersebut masih menghadapi tantangan. Berdasarkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) Tahun 2024, disebutkan bahwa terdapat 14 provinsi yang masih mengalami kenaikan jumlah penduduk kemiskinan ekstrem pada 2022.
Kenaikan terjadi di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua.
Tercatat, tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi yaitu di Papua, mencapai 10,92 persen dan di Papua Barat sebesar 8,35 persen.
Terkait layanan dasar, 20,4 persen rumah tangga miskin masih belum mendapatkan akses air minum layak, 39,5 persen belum mendapatkan aksess sanitasi layak, dan 40,5 persen penduduk miskin belum mendapatkan jaminan kesehatan.
Sementara itu, sebagai upaya penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2024, pemerintah telah menyusun tiga strategi utama, yaitu pengurangan beban pengeluaran kelompok miskin ekstrem, peningkatan pendapatan kelompok miskin ekstrem, dan pengurangan kantong-kantong kemiskinan. Sejalan dengan target kemiskinan ekstrem, pemerintah juga menargetkan tingkat kemiskinan turun ke level 6,5 hingga 7,5 persen pada 2024.