Bisnis.com, JAKARTA – Para kepala negara anggota Asean mengenakan kemeja dari bahan tenun mata manuk Manggarai saat KTT ke-42 Asean di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Para pemimpin itu terlihat menenakan kemeja dari tenun khas Manggarai Barat bermotif mata manuk pada hari kedua KTT, Kamis (11/5/2023).
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT Julie Laiskodat mengaku telah menyiapkan kemeja dari tenun khas Manggarai Barat untuk dipakai seluruh kepala negara Asean dan Sekjen Asean dalam KTT Asean 2023.
“Saya sudah siapkan, sudah kirim ke Istana Negara, dari UMKM di Kecamatan Lembor, dan Presiden Jokowi sendiri yang memilih kepala negara mana pakai warna apa, itu beliau sendiri yang pilih,” kata Julie melalui rilis resmi, Kamis (11/5/2023).
Dilansir dari laman Asean2023.id, dekranasda Provinsi NTT telah menyiapkan 12 pasang kain tenun untuk dijadikan kemeja dan dipakai 11 kepala negara Asean dan Sekjen Asean. Motif yang digunakan dalam tenun Manggarai Barat itu motif mata manuk (mata ayam). Adapun untuk warna dan model dari kain tenun tersebut dipilih langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Tak hanya itu, Dekranasda Provinsi NTT menyiapkan selendang yang akan dikenakan oleh pasangan dari para kepala negara atau Ibu Negara dalam spouse program. Warna dan model dari selendang yang digunakan nanti dipilih oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo. Bahkan, kain tenun yang akan digunakan nanti berbahan lembut dan tidak panas.
Baca Juga
Pemakaian produk tenun itu sekaligus menjadi ajang promosi kekayaan intelektual tenun yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang patut mendapatkan apresiasi semua pihak.
Dengan begitu, masyarakat Manggarai Barat bisa berbangga ketika para kepala Negara Asean mengenakan kemeja tenun dengan motif mata manuk tersebut.
Untuk diketahui, kain tenun ikat Flores juga dikenal sebagai kain songke. Wastra songke adalah tenun khas masyarakat Manggarai yang tinggal di sisi barat Pulau Flores. Kain tenun ini wajib dikenakan saat acara-acara adat. Seperti menghadiri kenduri (penti), membuka ladang (randang), hingga saat musyawarah (nempung).
Sejarah kain ini bermula pada 1613-1640, ketika kerajaan Gowa Makassar, Sulawesi Selatan pernah menguasai hampir seluruh wilayah Manggarai Raya. Terjadilah akulturasi budaya Makassar dan suku Manggarai, sehingga melahirkan tradisi baru. Termasuk di dalamnya, cara berbusana sehingga kebudayaan dari Makassar sebagian dibawa ke Manggarai.
Adapun, orang Makassar menyebut songke dengan sebutan songket, tetapi orang Manggarai lebih mengenalnya dengan sebutan songke, dimana bagi kaum laki-laki Manggarai biasanya mengenakan (tengge) Songke lalu mengombinasikannya dengan destar atau ikat kepala atau peci khas Manggarai. Sementara itu, para perempuan mengenakan dengan cara yang sama dengan atasan kebaya.
Sekadar informasi, mata manuk artinya mata ayam dengan model trapesium memiliki filosofi nilai budaya dan religius yang sangat tinggi bagi masyarakat Manggarai Barat. Manuk sering digunakan sebagai sarana penyembahan kepada sang pencipta dan leluhur, alam ritus-ritus adat.