Bisnis.com, JAKARTA - Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT Asean 2023 menyerukan upaya untuk segera mengakhiri konflik kekerasan di Myanmar yang dikuasai militer pada Rabu (10/5/2023).
“Kami sangat prihatin dengan kekerasan yang sedang berlangsung di Myanmar dan mendesak penghentian segera semua bentuk kekerasan dan penggunaan kekuatan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif,” jelas para kepala negara dalam pernyataan bersama, Rabu (10/5/2023).
Sebagaimana diketahui, KTT ke-42 Asean berlangsung saat militer Myanmar mengintensifkan serangan terhadap pasukan perlawanan dan pemberontak etnis minoritas saat mencoba untuk mengkonsolidasikan kekuasaan menjelang pemilihan yang direncanakan.
Sebelumnya, para kepala negara Asean memberikan tanggapan mengenai serangan konvoi bantuan Myanmar oleh pasukan bersenjata.
Serangan tersebut terjadi beberapa hari setelah penyerang tak dikenal menembak konvoi diplomat regional dan pekerja bantuan di Myanmar yang membawa pasukan ke lebih dari 1 juta orang yang terlantar akibat konflik sejak kudeta 2021.
Asean yang memiliki kebijakan untuk tidak campur tangan dalam urusan anggotanya, semakin berani dalam menuntut junta Myanmar karena gagal melaksanakan Konsensus Lima Poin yang disepakati oleh jenderal tertinggi setelah kudeta yang dilakukannya menyebabkan kekacauan.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, Asean melarang para jenderal militer Myanmar hadir dalam pertemuan tingkat tinggi sampai melaksanakan rencana perdamaian. Rencana tersebut meliputi penghentian permusuhan, memulai dialog dan mengizinkan akses kemanusiaan penuh.
Indonesia secara diam-diam juga melibatkan militer Myanmar, pemerintah bayangannya dan kelompok etnis bersenjata untuk mencoba memulai pembicaraan damai.
Asean melakukan sebanyak mungkin karena ketika Anda berada di sana, itu tidak mudah,” ucap Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo seperti dikutip Reuters.
Namun, beberapa pihak telah meminta Asean untuk mengambil tindakan lebih keras dengan junta Myanmar.
Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan bahwa jika membiarkan kursi kosong di KTT Asean adalah zona nyaman Myanmar, di mana tidak perlu dimintai pertanggungjawaban.
"Mengecualikan junta hanyalah bagian dari serangkaian langkah yang harus diambil," jelasnya.
Marty mengatakan bahwa perpecahan atas Myanmar menjadi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pada dasarnya hanya berfungsi dengan sembilan dari 10 anggotanya.