Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Biang Kerok Rendahnya Serapan Anggaran Pemerintah Daerah

KPPOD menilai faktor utama penyebab rendahnya serapan anggaran pemda adalah program banyak, namun tidak fokus. 
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id

Bisnis.com, JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai faktor utama penyebab rendahnya serapan anggaran pemerintah daerah (pemda) yakni program yang banyak, namun tidak fokus. 

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman N Suparman mengatakan bahwa persoalan tersebut pun sudah acap kali disoroti oleh Bendahara Negara, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

"Persoalannya itu memang pemda punya banyak program namun tidak punya fokus, seperti halnya yang dikeluhkan Menteri Keuangan Sri Mulyani," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (26/4/2023). 

Alhasil, lanjut Herman, program yang diusung oleh pemerintah daerah dari level kabupaten/kota hingga provinsi menjadi tidak terarah. Hal itu lalu berdampak pada proses penyerapan anggaran. 

Kondisi tersebut kerap terjadi kendati sudah adanya sistem monitoring evaluasi per bulan, bukan hanya per triwulan. 

Di sisi lain, Herman menilai penyebab rendahnya serapan anggaran pemda juga berakar dari proses penyusunan anggaran sampai dengan pembentukan peraturan daerah (perda) RAPBD. 

"Meskipun diatur sedemikian rupa, tetapi itu sering dilewati dan proses teknis lanjutan itu molor sampai dengan Februari-Maret. Akhirnya berpengaruh ke pengadaan yang baru bisa dilakukan di triwulan 3 dan 4," lanjutnya. 

Untuk diketahui, pemerintah mencatat rata-rata realisasi belanja pemda per 24 April 2023 hanya mencapai 10,89 persen dari pagu APBD 2023. 

Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), realisasi belanja terendah khusus di Pulau Jawa adalah di Jawa Tengah.

Serapan anggaran daerah yang dipimpin Gubernur Ganjar Prabowo itu berada jauh di bawah Jawa Barat, dengan persentase 6,4 persen dan realisasi pendapatan daerah sebanyak 10,96 persen. 

Sementara itu, serapan anggaran Pemprov Jawa Barat tercatat paling tinggi se-Jawa dengan angka sebesar 24,11 persen dengan persentase realisasi pendapatan mencapai 29,92 persen. 

Adapun, DKI Jakarta dan Jawa Timur senasib dengan Jawa Tengah karena realisasinya berada di bawah rata-rata nasional. 

Realisasi belanja DKI Jakarta hanya sebesar 9,19 persen. Stabilitas anggaran Jakarta tertolong karena realisasi pendapatannya mencapai 15,45 persen. 

Di sisi lain, realisasi belanja daerah di Jawa Timur tercatat hanya 7,82 persen dengan total capaian pendapatan mencapai 15,47 persen.

Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa hingga Maret 2023, belanja APBD baru mencapai Rp116,04 triliun. Jumlah itu baru mencapai 10,2 persen dari pagu belanja APBD senilai Rp1.141,5 triliun. 

Dari segi nilai, realisasi belanja daerah sepanjang tahun berjalan tercatat tumbuh 5,9 persen (year-on-year/YoY), karena pada Maret 2022 realisasinya Rp109,6 triliun. Namun, pada 2022 juga realisasinya sama-sama 10,2 persen terhadap pagu. 

"Artinya pemda baru belanja 10,2 persen dari total APBD. Ini lebih rendah dari belanja pemerintah pusat yang sudah mencapai sekitar 16 persen," ujar mantan pejabat Bank Dunia itu dalam konferensi pers APBN KiTa, dikutip pada Rabu (19/4/2023).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper