Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini Grub Wagner jadi sorotan media internasional, pasalnya perusahaan militer swasta itu diduga punya peran dalam perang Sudan.
Sudan memanas sejak Sabtu (15/4/2023), bentrok dipicu persaingan antar kelompok militer di negara tersebut.
Diketahui pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo meminta 100.000 Rapid Support Forces (RSF) ke dalam tubuh tentara.
Namun Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala angkatan bersenjata dan presiden negara itu, menolaknya hingga terjadi perang saudara.
Menurut laporan Independent, Grup Wagner yang berpihak pada Dagalo berusaha memberikan bantuan berupa persenjataan.
Saat konflik sedang berlangsung, diduga Grug Wagner menyiapkan kedatangan pesawat angkut yang membawa kiriman senjata dalam jumlah besar di Merowe, sekitar 320 km (200 mil) utara Khartoum.
Kendati demikian tidak diketahui apakah Wagner benar-benar mendaratkan senjata di Merowe, yang telah direbut oleh sekutunya di Sudan, Mohamed Hamdan Dagalo.
Beberapa pejabat keamanan AS mengklaim Wagner telah memicu kekerasan di Sudan sebagai tanggapan atas upaya Washington untuk mengusirnya dari negara itu.
Sementara itu, Independent menyebut Wagner telah menjalin hubungan yang sangat menguntungkan dengan RSF dan Dagalo, termasuk penciptaan rantai penyelundupan emas dari Sudan ke Rusia melalui Dubai dan Suriah.
Sebagian besar uang yang diperoleh digunakan untuk mendanai operasi di Ukraina yang menelan biaya sekitar $100 juta (£81 juta) setiap bulan untuk Wagner.
Pemimpinnya, Yevgeny Prigozhin, menuduh komando tinggi militer Rusia melakukan "pengkhianatan" karena gagal memasok senjata dan amunisi yang memadai kepada para pejuangnya.
Menurut Departemen Luar Negeri AS, Wagner mulai mendapatkan senjata langsung dari negara lain termasuk roket dan rudal dari Korea Utara.
Berdasarkan Investigasi oleh CNN mendokumentasikan 16 penerbangan militer dari Sudan ke Rusia melalui kota pelabuhan Suriah Latakia dan Republik Afrika Tengah (CAR). Ini diyakini telah menghasilkan hampir $2 miliar (£1,6 miliar) dalam bentuk emas batangan selama 18 bulan.
Hal itu membuat Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchi geram, menuding Yevgeniy Prigozhin dan jaringannya telah mengeksploitasi sumber daya alam Sudan.