Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son-hui mengeluarkan kritik pedas lantaran Amerika Serikat (AS) dan negara-negara G7 karena telah ikut campur urusan dalam negeri, khususnya terkait nuklir.
Para Menteri Luar Negeri G7 sebelumnya mengecam uji coba Korea Utara atas peluncuran rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat, pada 13 April lalu. Negara G7 mendesak denuklirisasi terhadap Korea Utara pada akhir pertemuan di Jepang pada Selasa (18/4/2023).
Son-hui menuduh negara-negara G7 secara ilegal mencampuri urusan dalam negeri Korea Utara dengan menuntut denuklirisasi, seperti dilansir dari CNA, pada Jumat (21/4/2023).
Dia menekankan bahwa Pyongyang akan mengambil tindakan keras jika negara G7 berusaha melanggar kedaulatan dan kepentingan fundamentalnya.
"Kami akan melanjutkan semua tindakan sah yang diberikan kepada negara berdaulat manapun sampai ancaman militer dari AS dan pasukan musuh sekutunya benar-benar dihilangkan, dan lingkungan bermusuhan yang menghambat keberadaan dan pembangunan independen kami berakhir," katanya.
Media pemerintah KCNA menyatakan bahwa posisi Korea Utara sebagai negara senjata nuklir tetap tak terbantahkan dan akan melanjutkan tindakan yang sah sampai ancaman militer dari AS dan sekutunya dihilangkan, pada Jumat (21/4/2023).
Baca Juga
Ketegangan telah berkobar saat Korea Utara meningkatkan kegiatan militer setelah mengetahui pasukan AS dan Korea Selatan melakukan latihan militer bersama di musim semi tahunan.
Korea Utara telah bereaksi keras terhadap latihan itu, dan menyebutnya sebagai latihan untuk perang nuklir habis-habisan.
Son-hui mengatakan status Korea Utara sebagai kekuatan nuklir adalah final dan tidak dapat diubah, dan akan tetap tak terbantahkan bahkan jika Washington dan pihak lain di Barat menyangkalnya.
Dia menekankan bahwa pengembangan senjata nuklir Pyongyang hanya dimaksudkan untuk menjaga dari ancaman AS.
Lebih lanjut, dia juga mendesak Washington untuk menghentikan kebijakan permusuhan terhadap Korea Utara untuk memastikan keamanan negaranya.
"Ini adalah ide anakronistik jika Anda berpikir bahwa hanya Washington yang memiliki hak dan kemampuan untuk melakukan serangan nuklir. Selama kami memiliki kekuatan untuk membalas ancaman nuklir AS, kami tidak akan pernah mencari pengakuan atau persetujuan dari siapapun," pungkasnya.