Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Idulfitri, Dunia Internasional Serukan Gencatan Senjata 3 Hari di Sudan

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pun mengimbau faksi-faksi yang bertikai di Sudan untuk melakukan gencatan senjata selama perayaan Idulfitri
Citra satelit menunjukkan gedung-gedung yang terbakar dan patroli militer di timur laut Bandara Internasional Khartoum di Khartoum, Sudan, 17 April 2023. Maxar Technologies/Handout melalui REUTERS.
Citra satelit menunjukkan gedung-gedung yang terbakar dan patroli militer di timur laut Bandara Internasional Khartoum di Khartoum, Sudan, 17 April 2023. Maxar Technologies/Handout melalui REUTERS.

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pihak telah meminta Sudan untuk menyetujui gencatan senjata selama 3 hari pada masa Idulfitri yang dimulai dari Jumat (21/4/2023). 

Seruan itu datang dari berbagai pihak, termasuk menteri luar negeri Amerika Serikat, Saudi Arabia, Qatar, presiden Turki, kepala intelijen Mesir, Sekretaris Jenderal PBB, serta para pemimpin Sudan Selatan dan Ethiopia.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pun mengimbau faksi-faksi yang bertikai di Sudan untuk mengurangi kekerasan dan memberi kesempatan bagi warga sipil untuk mencapai daerah yang aman. 

Dalam hal ini, terdapat dua faksi dari pemerintah militer Sudan yang sedang berseteru, yaitu tentara dan paramiliter RSF (Rapid Support Forces). Selain itu, juga terdapat kelompok-kelompok pemberontak di wilayah Darfur yang masih dilanda konflik.

“Saya mengimbau gencatan senjata dilakukan setidaknya selama 3 hari menandai perayaan Idulfitri untuk memungkinkan warga sipil yang terjebak di zona konflik melarikan diri dan mencari perawatan medis, makanan, dan pasokan penting lainnya,” kata Guterres, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (21/4/2023). 

Akibat situasi Sudan yang tidak kondusif, ribuan warga sipil telah melarikan diri dari ibu kota Khartoum dan sejumlah besar masyarakat juga menyeberang ke Chad demi menghindari pertempuran di wilayah barat Darfur. 

Saat ini, AS pun memiliki kekhawatiran terhadap situasi di Sudan dan mempertimbangkan untuk mengevakuasi kedutaannya di Khartoum jika kekerasan dan konflik terus berlanjut

Pihaknya menyatakan siap untuk mengirim lebih banyak pasukan ke wilayah tersebut sebagai respons terhadap situasi yang terjadi. 

Berdasarkan laporan, lebih dari 330 orang telah tewas sejauh ini dalam perebutan kekuasaan dengan kekerasan yang pecah akhir pekan lalu. 

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penghentian permusuhan sebagai prioritas segera dan meminta agar warga sipil yang terjebak di zona konflik diizinkan untuk melarikan diri dan mendapatkan akses ke perawatan medis, makanan, dan perbekalan lainnya.

Guterres menyampaikan bahwa terdapat dukungan yang kuat dari para pemimpin ini untuk mengakhiri kekerasan di Sudan dan memberikan prioritas pada upaya penghentian pertempuran demi kepentingan kemanusiaan, terutama bagi warga sipil yang terjebak di zona konflik. 

"Ada konsensus kuat untuk mengutuk pertempuran yang sedang berlangsung di Sudan dan menyerukan penghentian permusuhan sebagai prioritas segera,” ujarnya dalam rapat virtual.

Konsensus yang dimaksud oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres adalah kesepakatan bersama dari para pemimpin Uni Afrika, Liga Arab, dan organisasi lainnya untuk mengutuk pertempuran yang sedang terjadi di Sudan dan menyerukan agar permusuhan dihentikan secepat mungkin.

Menanggapi hal itu, Jenderal al-Burhan mengatakan, dia akan mendukung gencatan senjata dengan syarat itu memungkinkan warga untuk bergerak bebas. 

Sementara itu, Pemimpin RSF Jenderal Hemedti mengatakan bahwa dia siap menerapkan gencatan senjata selama 3 hari selama Idulfitri. Namun, masih belum ada solusi jangka panjang yang terlihat, dan situasi di Sudan tetap tegang dan tidak stabil.

Adapun, konflik di Sudan yang sedang terjadi saat ini melibatkan pertempuran antara militer Sudan dan RSF, sebuah kelompok paramiliter yang sebagian besar terdiri dari mantan milisi pro-pemerintah yang dulu berjuang di Darfur.

Konflik ini bermula dari perselisihan antara kedua pihak mengenai siapa yang berkuasa di Sudan setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir pada 2019.

Pada awalnya, militer dan kelompok pro-demokrasi membentuk sebuah pemerintahan transisi yang seharusnya memimpin negara ke arah pemilihan umum yang demokratis. Akan tetapi, dalam beberapa bulan terakhir, militer mengambil kendali dan menunda pemilihan umum yang seharusnya diadakan pada bulan Oktober 2021.

Akhirnya, aksi tersebut menyebabkan gelombang protes dan ketegangan yang meningkat antara militer dan kelompok pro-demokrasi.

Kondisi semakin memanas setelah militer membubarkan kamp protes di luar markas besar militer di Khartoum pada 13 April, yang memicu protes di seluruh Sudan.

Pertempuran antara militer dan RSF dimulai pada 15 April, dan meluas ke seluruh negeri dalam beberapa hari terakhir. Sekitar 100 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 1.100 orang terluka. Ada laporan tentang penembakan dan penganiayaan terhadap demonstran dan warga sipil yang tak berdosa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper