Bisnis.com, SOLO - Menjelang akhir Ramadan pasti muncul banyak pertanyaan mengenai cara dan hukum yang benar mengenai salat kafarat.
Salah kafarat sendiri merupkan salat yang dilakukan untuk mengganti slaat fardhu yang tidak sah atau diragukan.
Sebagian orang percaya bahwa melakukna salat khafarat di jumat terakhir Ramadan dapat menggantikan slaat yang ditinggalkan semasa hidupnya sampai 70 tahun lamanya.
Melakukan salat kafarat juga dipercaya bisa untuk melengkapi berbagai kekurangan dalam salat fardu yang dilakukan dalam keadaan tidak siap. Namun benarkah demikian?
Bagaimana hukum salat kafarat yang benar menurut ulama?
Menurut NU Online, terdapat dua pandangan berbeda mengenai salat khafarat ini. Ada yang mengharamkan dan ada yang menganjurkan. Berikut penjelasannya.
Baca Juga
Pandangan yang Mengharamkan
Para ulama berpandangan bahwa shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan tidak ada tuntunan yang jelas dari hadits Nabi atau kitab-kitab hukum Islam.
Namun kebolehan melaksanakan shalat kafarat tergolong sebagai upaya mensyariatkan ibadah yang tidak disyariatkan atau melakukan ibadah yang rusak.
Pengkhususan waktu pelaksanaan shalat kafarat pada akhir Jumat bulan Ramadhan tidak memiliki dasar yang jelas dalam syariat.
Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj berpandangan bahwa shalat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan adalah haram, bahkan kufur.
"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di Jumat ini (Jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat Jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar," demikian pandangan Ibnu Hajar Al-Haitami.
Hal ini kemudian dibalas oleh Syekh Abdul Hamid al-Syarwani dalam Hasyiyah al-Syarwani ‘ala al-Tuhfah dengan menyebut bahwa shalat kafarat menyalahi seluruh mazhab.
Menurutnya, aturan mengenai salat khafarat ini tidak masuk bisa dibuatkan dalil apapun karena tidak memiliki sanad yang jelas.
Pandangan yang memperbolehkan
Pandangan yang memperbolehkan dan hukum yang sahih
Pandangan yang memperbolehkan
Bertendensi pada pendapat Al-Qadli Husain yang mengqadha shalat fardhu yang diragukan ditinggalkan. Pendapat itu ditulis oleh Syekh Sulaiman al-Jamal dalam Hasyiyah al-Jamal.
Al-Qadli Husain berkata, bila seseorang mengqadha shalat fardhu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah shalat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam shalat fardhu atau paling tidak dianggap sebagai shalat sunah. Saya mendengar bahwa sebagian ashab-nya Bani Ashim berkata, bahwa ia mengqadha seluruh shalat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadhanya untuk kedua kalinya. Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faedah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama.”
Kemudian sempat disebutkan bahwa salat kafarat pada Jumat akhir Ramadhan rutin dilakukan dan diimbau oleh para pembesar ulama di Yaman. Bahkan di masjid Zabid Yaman, shalat kafarat ini rutin dilakukan secara berjamaah.
Hukum yang sahih
Dengan demikian, Ustadz Mubasysyarum Bih menggarisbawahi bahwa salat kafarat yang diyakini sebagai pengganti shalat fardhu yang ditinggalkan selama satu tahun, sama sekali tidak dibenarkan.
Pasalnya apabila ingin mengganti salat yang ditinggalkan, kewajibannya adalah mengqadhanya satu per satu.
Sementara dalam pelaksanaan salat kafarat dimaksudkan hanya sebagai langkah antisipasi saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel