Bisnis.com, JAKARTA – Hampir tiga pekan ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pendalaman terhadap harta mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.
Rafael adalah ayah dari Mario Dandy Satrio. Kasus Rafael muncul secara kebetulan imbas aksi jagoan Mario. Usai kasus itu mencuat, harta laporan harta kekayaannya beredar di dunia maya. Kasus berkembang dari penganiayaan ke pencucian uang yang berujung pemecatan terhadap eks pejabat Ditjen Pajak tersebut.
Tak cukup dipecat, Rafael juga diperiksa oleh KPK. Awalnya, tim KPK hanya melakukan klarifikasi atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Pada pagi tanggal 1 Maret 2023, ayah dari tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy tersebut tiba di KPK sekitar pukul 07.45 WIB. Dia masuk ke ruangan pemeriksaan sekitar pukul 09.00 WIB, dan terlihat keluar dari ruang pemeriksaan pukul 5.30 WIB. Artinya, dia memberikan penjelasan atas harta kekayaan miliknya senilai Rp56 miliar hampir delapan jam lebih.
Setelah ini, bukan rahasia lagi. Satu per satu dari setidaknya total empat pejabat Kemenkeu dipanggil KPK untuk mengklarifikasi hartanya. Sampai dengan hari ini, Selasa (14/3/2023), sudah ada empat pejabat pajak dan bea cukai yang diminta aparat penegak hukum untuk mengklarifikasi laporan harta mereka.
Mereka semua datang pagi hari dan menghabiskan enam sampai delapan jam lebih di Gedung KPK, yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan. Kendati bukan hal baru, wartawan yang sudah mengetahui jadwal pemanggilan pejabat-pejabat itu juga sengaja datang dari pagi untuk menangkap momen kedatangan mereka.
Baca Juga
Keempatnya namun bukan menteri atau pejabat eselon 1. Semuanya setingkat eselon 3. Dua di antaranya merupakan pejabat pajak yakni Rafael Alun dan Wahono. Keduanya dalam pusaran kasus yang sama.
Dua lainnya yakni Eko Darmanto dan Andhi Pramono yang sama-sama pejabat bea cukai di Yogyakarta dan Makassar. Bedanya dengan dua pejabat pajak sebelumnya, Eko dan Andhi mengklarifikasi laporan harta kekayaannya akibat viral di media sosial.
Dari berbagai proses klarifikasi yang dilakukan, hanya satu yang naik ke penyelidikan yakni kasus harta jumbo Rafael Alun. Hartanya yang mencapai Rp56 miliar dinilai tidak sesuai dengan profil. Belum lagi adanya dugaan bahwa beberapa harta tak dicantumkan dalam LHKPN.
Misalnya saja, sebanyak 40 rekening terkait dengan Rafael dibekukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK). Rekening tersebut milik pribadi Rafael, keluarga, dan individual serta badan hukum terkait.
Nilai mutasi pada 40 rekening tersebut selama periode 2019-2023 mencapai Rp500 miliar.
Berdasarkan LHKPN miliknya untuk 2021, Rafael melaporkan total harta kekayaan Rp56 miliar. Nilai harta yang dilaporkannya itu hanya berbeda sekitar Rp2 miliar dari harta yang dilaporkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Secara rinci, nilai harta kekayaan Rafael terbesar berbentuk harta dan bangunan yang mencapai Rp51,9 miliar. Lokasi dari tanah dan bangunan itu tersebar di Sleman, Manado, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.
Kemudian, alat transportasi dan mesin senilai Rp425 juta, harta bergerak lainnya Rp420 juta, kas dan setara kas Rp1,3 miliar, dan surat berharga Rp1,5 miliar.
Duet Istri Rafael dan Wahono
Melalui pintu laporan surat berharga, KPK menemukan bahwa mantan pejabat eselon 3 Kemenkeu itu memiliki saham di enam perusahaan. Dua perusahaan diidentifikasi bergerak di bidang properti di Minahasa Utara.
Dua perusahaan itu juga dicatatkan atas nama istri Rafael. Untuk diketahui, nama keluarga yang dicatatkan sebagai pemilik aset/harta dalam LHKPN tidak dipermasalahkan.
LHKPN Rafael akhirnya menjadi pintu masuk dari penemuan fakta-fakta baru. Nama Wahono Saputro muncul lantaran istrinya juga merupakan pemilik saham pada dua perusahaan yang ada di Minahasa Utara itu. Artinya, istri Rafael dan Wahono sama-sama menjadi pemilik saham pada dua perusahaan yang sama.
"Terkait dengan kepemilikan istri Wahono itu salah satu obyek klarifikasi kami kemarin, dan kami mendapatkan informasi terkait dengan keikuterstaan istrinya di dua perusahaan di Minahasa Utara," terang Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati.
Sebelumnya, saat awal-awal penelusuran LHKPN Rafael, muncul dugaan adanya kelompok atau "geng" di tubuh Kemenkeu. Geng itu diduga berafiliasi dengan Rafael.
Kendati sebutan geng sudah diklarifikasi KPK, namun fakta bahwa adanya pihak lain dalam pusaran kasus Rafael tak terbantahkan.
"Besok kita umumkan sesudah pemeriksaan Eko [Kepala Bea Cukai Yogyakarta]. Bahasa saya salah mungkin geng, enggak lah. Maksudnya, teman-temannya banyak, bukan dia saja yang seperti itu," kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, pada saat keterangan pers usai proses klarifikasi Eko Darmanto, di Gedung KPK, Senin (6/3/2023).
Selang dua pekan pemanggilan Rafael, Wahono hadir memenuhi panggilan KPK. Dia diminta untuk mengklarifikasi laporan harta kekayaannya. Pada laporan tahunan itu, dia mencantumkan total nilai harta sebesar Rp14,3 miliar untuk 2021 atau hampir setara dengan Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Pada Selasa (14/3/2023), Wahono diperiksa sekitar tujuh jam. Berbeda dengan pejabat-pejabat pajak yang dipanggil KPK, Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur itu diam seribu bahasa usai keluar dari dalam ruangan KPK. Satu kata pun tak disampaikan ke wartawan sampai dirinya masuk ke mobil.
Selang dua hari setelahnya, Kamis (16/3/2023), dia kembali menyambangi Gedung Merah Putih KPK. Bedanya, dia tidak menjalani agenda klarifikasi laporan harta kekayaan.
Kedatangan Wahono kemarin merupakan pemanggilan kedua terhadapnya. Dia menghabiskan waktu hampir sembilan jam di Gedung KPK, Jakarta Selatan, atau lebih lama dari saat pemanggilan pertama.
Namun demikian, Wahono terlihat keluar dari ruang penindakan yang berada di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK, pada sekitar pukul 17.30 WIB. Hal tersebut berbeda dengan pemanggilan pertama ketika dia masuk ke ruang Kedeputian Pencegahan.
Untuk diketahui, pihak-pihak luar yang masuk ke ruang penindakan KPK yakni untuk kebutuhan agenda penyelidikan maupun penindakan perkara yang ditangani lembaga antirasuah.
Namun demikian, KPK kini belum mengonfirmasi terkait dengan hal tersebut. KPK hanya menyatakan bahwa pemanggilan Wahono bukan terkait dengan klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.
"Bukan klarifikasi LHKPN. Jadi, kehadirannya bukan untuk klarifikasi LHKPN. Sekarang, masih dimintai keterangan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (16/3/2023).