Bisnis.com, JAKARTA -- Rangkap jabatan komisaris perusahaan pelat merah besar bukan lagi menjadi rahasia umum. Banyak pejabat baik di Kementerian Keuangan atau Kemenkeu maupun institusi pemerintah lainnya merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara alias BUMN.
Namun demikian, rangkap jabatan tersebut kemudian banyak disorot. Tren" tersebut menjadi ramai diperbincangkan setelah kasus mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Kasus ini membuka tabir harta jumbo maupun rangkap jabatan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di posisi komisaris sejumlah BUMN.
Jika melihat Undang-undang (UU) No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pasal 6 mengatur bahwa fungsi komisaris yakni melakukan pengawasan terhadap perusahaan milik negara. Fungsi yang sama juga dilakukan oleh Dewan Pengawas.
Komisaris dan Dewan Pengawasan juga diatur sesuai UU untuk mematuhi anggaran dasar BUMN serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Mereka juga diwajibkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pratnggungjawaban, serta kewajaran.
Pada pasal 27, ayat (1) menerangkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemerintah, melalui Menteri BUMN, berhak mengangkat dan memberhentikan Komisaris.
Beberapa aturan yang tertuang dalam UU BUMN mengenai Komisaris juga meliputi pertimbangan komposisi, batas masa jabatan, dan lain-lain.
Baca Juga
Kemudian, pada pasal 33, UU BUMN tegas melarang anggota Komisaris memangku jabatan rangkap. Jabatan tersebut dibedakan menjadi dua macam rangkap jabatan.
Pertama, anggota Komisaris BUMN dilarang untuk merangkap jabatan Direksi pada BUMN, BUMD, badan usaha milik swasta, maupun jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
"Dan/atau [kedua] jabatan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi pasal 33 ayat (2).
Adapun berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman RI, per 2019 terdapat 397 Komisaris rangkap jabatan di BUMN dan 167 di anak perusahaan BUMN. Terdapat juga indikasi rangkap penghasilan.
Pada September 2022 lalu, Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan bahwa terdapat enam poin saran perbaikan mengenai isu rangkap jabatan Komisaris BUMN.
Pertama, perlunya penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur dan memperjelas batasan dan kriteria penempatan Pejabat struktural/fungsional aktif dalam Komisaris BUMN dengan pertimbangan kompetensi dan bebas konflik kepentingan.
Kedua, perbaikan dari Kementerian BUMN melalui Peraturan Menteri BUMN, dengan memperjelas kriteria calon Komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme, hak dan kewajiban, serta akuntabilitas kinerja komisaris.
Ketiga, evaluasi dan penghentian Komisaris rangkap jabatan yang tidak sesuai prosedur pengangkatan.
Keempat, penyusunan petunjuk teknis mengenai standar dan prosedur pengangkatan.
Kelima, pembentukan sistem informasi yang akurat terkait dengan tata pengelolaan administrasi pengangkatan, penetapan, pemberhentian, dan evaluasi kinerja Dewas/Dekom BUMN.
Keenam, mengevaluasi sistem kerja tim penilai dan/atau jajaran Sesmen dan/atau jajaran Deputi Kementerian BUMN yang melakukan proses penjaringan hingga pengangkatan Dewas/Dekom BUMN yang tidak sesuai prosedur sebagaimana ketentuan yang berlaku.