Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) mengumumkan dalam unggahan di laman resminya bahwa kerusakan langsung di Suriah akibat gempa bumi yang terjadi sejak 6 Februari lalu mencapai US$5,1 miliar atau Rp77,9 triliun.
Direktur negara Bank Dunia untuk Timur Tengah, Jean-Christophe Carret mengatakan bahwa kerugian pascagempa menambah tahun kehancuran di negara itu.
"Kerugian ini menambah tahun kehancuran, penderitaan dan kesulitan yang dialami rakyat Suriah selama beberapa tahun terakhir," katanya, seperti dilansir dari TASS, Minggu (5/3/2023).
Menurutnya, bencana gempa bumi yang melanda Suriah akan terus menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi dan membebani prospek pertumbuhan di negara itu.
Menurut Bank Dunia, bencana itu akan menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi yang selanjutnya akan membebani prospek pertumbuhan Suriah.
Pihak dari Bank Dunia menyatakan bahwa kerusakan sebenarnya masih sulit untuk dinilai dan perkiraan awal bervariasi dari US$2,7 hingga US$7,9 miliar atau Rp41,2 triliun hingga Rp120,6 triliun, dan belum termasuk kerugian ekonomi.
Baca Juga
Bank Dunia mengungkapkan bahwa Provinsi Aleppo mengalami kerusakan terbesar yaitu sebanyak 45 persen atau US$2,3 miliar atau setara Rp35,1 triliun.
Kerugian selanjutnya diikuti oleh Provinsi Idlib sebesar 37 persen atau US$1,9 miliar atau setara Rp29 triliun, lalu diikuti oleh Latakia sebesar 11 persen atau US$549 juta atau setara Rp8,3 triliun.
Pada 6 Februari 2023, gempa bumi dengan magnitudo 7,7 dan 7,6 melanda provinsi Kahramanmaras Turki di tenggara negara itu, dengan jeda waktu 9 jam.
Guncangan gempa pertama diikuti oleh ratusan gempa susulan yang juga dirasakan di negara-negara tetangga, di mana Suriah paling parah terkena dampaknya.
Selanjutnya, sebanyak 2 gempa susulan baru terdeteksi dengan magnitudo 6,4 dan 5,8 pada 20 Februari 2023 di Provinsi Hatay Turki.
Menurut Kementerian Kesehatan Suriah, setidaknya 1.414 orang meninggal dunia dan 2.349 menderita akibat bencana alam tersebut.