Sangat Tak Ramah
"Ada beberapa dari mereka yang sangat radikal, atau mungkin bukan radikal, tapi orang-orang yang pada umumnya tidak ramah terhadap orang asing, dan yang menghindari kami," kata Gleb Kuznetsov, seorang pengusaha asal St Petersburg, Rusia.
Kuznetsov mengatakan toko kerajinannya telah menjadi sasaran ulasan negatif di Google. Bahkan pintu tokonya ditutupi stiker anti-Rusia.
Sebagian orang Georgia tak menyukai pendatang baru dari Rusia, mengingat sejarah terkini.
Pada 1990-an, Moskow mendukung separatis di wilayah Georgia, tepatnya Abkhazia dan Ossetia Selatan. Pemerintah Rusia mengusir populasi etnis Georgia di kawasan itu.
Pada tahun 2008, perang singkat antara Georgia dengan Rusia terkait status wilayah yang telah memisahkan diri memperkuat kerenggangan kedua negara. Bahkan, sekitar 280.000 warga Georgia jadi pengungsi di negara mereka sendiri, menurut laporan PBB pada 2021.
Ribuan warga Rusia yang sekarang tinggal di Tbilisi kini membuat perkumpulan sendiri, entah di bar, toko, dan kafe. Sedikit penduduk lokal yang datang ke tempat usaha iyu. Bahkan, bahasa nasional Georgia jadi jarang digunakan di lokasi itu.
Di sisi lain, bahasa Rusia juga kurang digunakan secara luas di Georgia daripada di negara-negara bekas Uni Soviet lainnya. Ini memperkuat perpecahan antara para imigran dan penduduk asli yang sudah lama bermukim.
Kireev menuturkan dia sedang belajar bahasa Georgia, meski mengaku kurang dari 10 persen pelanggannya adalah warga Georgia.
"Sangat sulit, karena kami tidak tahu bahasa Georgia, kami mencoba mempelajarinya. Tapi karena kendala bahasa ini, cukup sulit untuk bersosialisasi," jelasnya.