Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 12 koperasi simpan pinjam (KSP) yang melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sepanjang 2020-2022.
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya sudah mengantongi 21 hasil analisis terkait kasus dugaan TPPU dari 12 KSP, nilainya lebih dari Rp500 triliun.
"Jumlah dana secara keseluruhan melebihi Rp500 triliun kalau bicara kasus yang pernah ditangani soal koperasi," jelas Ivan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, dikutip Rabu (15/2/2023).
Dia mengungkapkan, salah satu KSP itu adalah Indosurya. Meski begitu, dia tak menyebut nama 11 nama KSP lainnya.
"Indosurya sendiri memang masif, kita sampaikan kepada kejaksaan. Kami sudah beberapa kali mengirimkan hasil analisis kepada kejaksaan terkait kasus Indosurya," ungkapnya.
Ivan pun menegaskan hasil analisis PPATK, Indosurya memang melakukan tindakan pencucian uang. Dana nasabah, lanjutnya, dipakai dan ditransaksikan ke perusahaan yang terafiliasi Indosurya.
Baca Juga
"Itu angkanya memang luar biasa besar. Kita menemukan dari satu bank saja ada itu 40.000 nasabah, dari satu bank saja. Dia punya sekian puluh bank atau sekian belas bank," jelasnya.
Ivan juga mengatakan aliran dana Indosurya juga mengalir ke luar negeri. Indosurya, lanjutnya, menggunakan skema Ponzi yaitu hanya menunggu masuknya modal baru kemudian dipakai perusahaan terafiliasi.
Lebih lanjutnya, dia mengklaim PPATK sudah berupaya semaksimal mungkin meminimalisir kerugian terkait kasus seperti Indosurya. Saat proses analisis transaksi mencurigakan, PPATK sudah coba menghentikan aliran dananya.
"Tapi sekali untuk mencegah kerugian masyarakat pada titik nol sangat tidak mungkin karena literasi masyarakat terkait dengan pinjol, judi, mohon maaf, masih dibilang lemah sehingga keuntungan besar yang ditawarkan pelaku usaha membutakan para nasabah," ungkapnya.