Bisnis.com, JAKARTA – Pada masa pemerintahan Donald Trump, ada tiga balon China yang terbang di atas wilayah Amerika Serikat (AS). Hal itu terungkap setelah masa jabatan Trump berakhir pada Januari 2021 dan digantikan Joe Biden.
Namun, militer AS tidak dapat mendeteksi balon China yang memasuki wilayah udara AS pada masa lalu. Hal tersebut merupakan kelemahan serius dalam keamanan nasional, dan Pentagon harus menghadapinya.
Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara (NORAD) Jenderal Glen VanHerck menyampaikan hal itu seperti dilansir TASS, Selasa (7/2/2023).
"Sebagai komandan NORAD, adalah tanggung jawab saya untuk mendeteksi ancaman ke Amerika Utara. Saya akan memberi tahu Anda bahwa kami tidak mendeteksi ancaman tersebut. Dan itu adalah celah kesadaran domain yang harus kami cari tahu. Tapi saya tidak ingin melangkah lebih jauh detailnya," katanya dalam pengarahan kepada wartawan, Senin (6/2/2023), menjawab pertanyaan apakah NORAD melacak pergerakan pesawat China dalam beberapa kasus sebelumnya.
Pada hari yang sama, Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan bahwa, setelah Joe Biden menjabat sebagai presiden, otoritas AS mengetahui setidaknya tiga kasus balon China memasuki wilayah udara AS.
Sebelumnya, Bloomberg melaporkan, mengutip sumbernya bahwa balon China telah terdeteksi di atas AS setidaknya tiga kali selama pemerintahan Trump, tetapi informasi ini baru diketahui setelah Biden menjadi presiden.
Joe Biden: Perlu Ditembak
Melansir Reuters, penjaga Pantai pada Senin (6/2/2023) memberlakukan zona keamanan sementara di perairan Carolina Selatan selama pencarian puing-puing dari balon mata-mata China yang dicurigai ditembak jatuh oleh jet tempur AS pada Sabtu (4/2/2023).
Usai penembakan, pihak Gedung Putih mengatakan akan menjaga ketenangan hubungan dengan China.
Joe Biden mengatakan kepada wartawan bahwa menurut dia, balon itu perlu ditembak jatuh dan menepis pertanyaan tentang apakah insiden itu akan melemahkan hubungan AS-China.
"Tidak. Kami menjelaskan kepada China apa yang akan kami lakukan," katanya.
"Mereka memahami posisi kami. Kami tidak akan mundur. Kami melakukan hal yang benar dan ini bukan masalah melemah atau menguat. Ini kenyataan."
Namun, sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan hubungan dengan China akan tetap tenang dan tergantung pada China untuk memutuskan apakah ingin melanjutkan pertemuan antara Biden dan Presiden China Xi Jinping November lalu.
"Terserah China untuk mencari tahu hubungan seperti apa yang mereka inginkan," katanya.
Kemunculan balon Cina menyebabkan kegemparan politik di AS dan mendorong Menteri Luar Negeri Antony Blinken membatalkan perjalanan ke Beijing pada 5-6 Februari. Padahal, kunjungan Blinken itu untuk menstabilkan ketegangan antara China dan AS.
Usai penembakan balon mata-mata China, AS mengirim penyelam untuk mengamankan peralatan yang dipercaya sebagai balon mata-mata China yang ditembak jatuh di Carolina Selatan pada Sabtu (4/2/2023).
Dampak dari balon mata-mata itu, tekanan meningkat terhadap Biden untuk membalas Beijing dengan mengontrol ekspor baru pada teknologi sensitif.
Pemerintah AS mengantisipasi penemuan peralatan yang mampu mengambil foto detail, dan sensor lainnya, kata pihak yang mengetahui masalah tersebut. Anggota parlemen menuntut untuk mengetahui apakah balon itu mengandung teknologi dari AS atau sekutunya, kata sumber lain.
Balon itu, berukuran setidaknya dua bus sekolah, dan sensornya tergeletak di air sedalam 50 kaki (15 meter), tersebar di area sepanjang tujuh mil (11 kilometer) di Pantai Myrtle.