Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Tahun 2023 di Gedung AA Maramis, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023).
Dalam acara yang digelar oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI tersebut, Jokowi mengungkapkan beberapa poin penting terkait kebijakan pemerintah. Salah satunya upaya pemulihan ekonomi dari Pandemi Covid-19 dan bagaimana cara Indonesia bisa bertahan dari pandemi, salah satunya dengan bersemedi 3 hari sebelum memutuskan kebijakan PPKM.
Berikut isi pidato lengkap Presiden Jokowi di acara Rakornas Transisi PC-PEN Tahun 2023
Assalamulaikum wr.wb,
Bismillahirahmanirahim..
Pertama-tama saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu semuanya dan seluruh jajaran dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa yang telah bekerja keras selama 3 tahun dalam menangani pandemi maupun mengatasi ekonomi kita. Sebuah tantangan yang sangat berat, sebuah persoalan yang sangat-sangat berat yang kita hadapi saat itu dan tidak ada standarnya, tidak ada pakemnya. Karena memang kita semuanya belum memiliki pengalaman dalam menangani pandemi ini.
Kita ingat awal-awal dari WHO [menetapkan pandemi] dan disampaikan saya akan bertanya kepada mereka, “Presiden tidak usah pakai masker, awal-awal. Yang pakai masker hanya yang batuk-batuk yang kena saja”.
Namun, tidak ada seminggu semua harus pakai masker, ternyata mereka bingung, kita juga bingung. Begitu sampai pada puncaknya semua negara cari yang namanya APD (Alat Pertahanan Diri), APD semuanya cari, kita juga cari ke mana-mana. Dan ternyata kita sendiri bisa berproduksi dan dikirim ke Negara-negara lain. saking memang posisinya posisi semua bingung. Namun, manajemen makro dan mikro yang kita lakukan betul-betul sangat efektif dan saya melihat semuanya kita ini bekerja karena tertekan oleh persoalan, tertekan oleh masalah. Semuanya bekerja.
Baca Juga
Itu yang tidak saya lihat sebelum-sebelumnya. Jadi ini sebagai pengalaman, ternyata kalau kita pengen semua kita ini bekerja, memang harus ditekan dulu. Diteken oleh persoalan, ditekan oleh problem, ditekan oleh tantangan. Pada saat memutuskan lockdown atau ga lockdown, rapat menteri 80 persen, ‘pak lockdown’ karena semua negara memang melakukan itu. Tidak dari DPR, tidak dari partai, semuanya lockdown. Tekanan-tekanan seperti itu pada saat mengalami krisis dan kita tidak jernih, kita tergesa-tergesa, kita grusah grusuh, kita bisa salah kita bisa keliru.
Coba saat itu, misalnya kita putuskan lockdown. Itungan saya dalam 2 atau 3 minggu, rakyat sudah tidak bisa memiliki peluang bahkan yang kecil untuk mencari nafkah, semuanya ditutup, negara tidak bisa memberikan bantuan kepada rakyat, apa yang terjadi. Rakyat pasti rusuh. Itu yang kita hitung sehingga kita putuskan saat itu tidak lockdown. Saya semedi 3 hari untuk memutuskan apa ini, apakah kita harus lockdown atau tidak. Karena betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai [pandemi] ini.
Dan pada ditekan dari sisi pandemi, pada saat yang sama ditekan juga dari sisi ekonomi. Bayangkan pendapatan penerimaan negara anjlok 16 persen, padahal belanja harus naik 12 persen. bagaimana coba? Kesulitan seperti inilah yang memberikan pengalaman besar kepada kita semuanya, kepada Gubernur, Bupati, Wali Kota, TNI dan Polri yang urusan pertahanan keamanan, urusan ketertiban masyarakat, semuanya mengurus, bagaimana rakyat bisa disuntik dan mau disuntik vaksin. Dan jumlah yang kita suntikan sampai saat ini sudah 448 juta suntikan. Bapak ibu bisa membayangkan gimana satu persatu 448 juta suntikan itu kita berikan kepada masyarakat.