Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daftar Kasus Korupsi Di Pasar Modal: Ada Asabri Hingga Jiwasraya

Kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri adalah dua dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di pasar modal.
Warga melintasi logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Senin (5/10/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga melintasi logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Senin (5/10/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, terdapat lonjakan signifikan kasus transaksi mencurigakan di sektor pasar modal. 

Dari data Laporan Statistik PPATK Edisi Oktober 2022, jumlah transaksi keuangan mencurigakan dari Januari hingga Oktober 2022 mencapai 1.033 laporan atau naik sebanyak 20,8 persen dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 855 laporan.

Sejumlah kasus korupsi terkait pasar modal juha sempat terjadi. Berdasarkan penelusuran, setidaknya sejumlah kasus korupsi yang modusnya menggunakan pasar modal.

Berikut daftarnya:

Kasus Jiwasraya

Beberapa tahun lalu,  Kejaksaan Agung mengungkap kasus korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya. Mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim bersama-sama dengan lima orang terdakwa lainnya merugikan negara senilai Rp16,8 triliun dalam perkara rasuah ini.

Kelima orang lainnya adalah Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.

Hendrisman disebut melakukan kesepakatan bersama dengan Benny Tjokro untuk melakukan transaksi penempatan saham dan reksa dana perusahaan asuransi tersebut. Kesepakatan itu dilakukan dengan tidak transparan dan akuntabel.

Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan juga didakwa melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tidak sesuai nota interen kantor pusat. Jaksa menyebut analisis hanya dibuat untuk formalitas.

Hendrisman, Hary dan Syahwirman juga disebut membeli sejumlah saham perusahaan BJBR, PPRO dan SMBR tanpa mengikuti pedoman investasi yang berlaku. Ketiganya, disebutkan, membeli saham melebihi 2,5 persen dari saham perusahaan yang beredar.

Keenam terdakwa dan pihak terafiliasi juga telah bekerja sama untuk melakukan transaksi jual-beli saham sejumlah perusahaan dengen tujuan inventarisasi harga. 

Hal tersebut pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.

Jaksa mengatakan Hendrisman  bersama-sama Hary Prasetyo, Syahmirwan, 
Heru Hidayat dan Benny melalui Joko Hartono mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi dengan membentuk produk Reksa Dana khusus untuk PT Asuransi Jiwasraya.

"Agar pengelolaan instrumen keuangan 
yang menjadi underlying Reksa Dana PT.AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto," ujar Jaksa.

Jaksa juga menyebut Heru, Benny dan Joko turut memberikan uang, saham dan fasilitas lain kepada tiga petinggi Jiwasraya. Pemberian dilakukan terkait pengelolaan investasi saham dan reksadana di perusahaan tersebut selama 2008-2018.

Kasus Asabri

Jaksa pad Kejagung mengungkapkan terdapat kerugian negara hingga Rp27,7 triliun dalam pengelolaan investasi dari dana PT Asabri tahun 2012-2019.

Sejumlah pejabat di PT Asabri seperti mantan Dirut Asabri Adam Rachmad Damiri, Sonny Widjaja, mantan Direktur Keuangan Asabri 2008-2014, Bachtiar Effendi hingga kakak beradik Benny Tjokrosaputro dan Teddy Tjokrosaputro, serta Heru Hidayat terseret.

Kemudian mantan Direktur Asabri Hari Setianto, mantan Kepala Divisi Investasi PT Asabri Ilham Wardhana.

Kasus bermula 2012 hingga 2016 saat para petinggi PT Asabri mulai melakukan pembelian saham. Pembelian saham itu berisiko dan tidak menganalisa aspek fundamental, serta teknikal.

PT Asabri kemudian membeli saham-saham yang ternyata dimiliki oleh Benny dan Teddy. Alhasil investasi PT Asabri ini berujung pada kerugian.

BPJS Ketenagakerjaan 

Sebenarnya ada satu kasus lagi yakni BPJS Ketenagakerjaan. Kasus ini sempat menjadi bahan perbincangan publik. Ada indikasi terjadi kerugian puluhan triliun rupiah karena unrealized loss investasi BPJS Ketenagakerjaan di sejumlah saham yang dijual di pasar modal.

Namun demikian, hingga saat ini penuntasan perkara BPJS Ketenagakerjaan belum jelas. Sempat ada kabar bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menghentikan penyidikan perkara kasus BPJS Ketenagakerjaan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper