Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengaku pernah mengirim pesan lewat WhatsApp (WA) ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang ancaman resesi global 2023.
JK mengatakan dirinya menasihati Sri Mulyani agar tak menakuti-takuti masyarakat tentang ancaman resesi global 2023.
“Saya sampaikan hal-hal itu kepada menteri keuangan, ‘Eh jangan kasih takut-takut orang, jangan kasih gelap orang’,” ungkap JK saat berbincang dengan Rocky Gerung dalam siaran kanal YouTube RGTV channel ID, dikutip Jumat (25/11/2022).
Dia mengaku heran mengaku banyak pejabat yang seakan menakuti masyarakat tentang situasi ekonomi dunia pada tahun depan. Padahal, lanjutnya, saat ini pemerintahan Jokowi sudah sampai di masa-masa akhir.
“Ini di ujung pemerintahan tapi selalu mengatakan nanti gelap, nanti sulit. Padahal di ujung pemerintahan. Mestinya mengatakan kita selesaikan pemerintahan ini dengan gagah berani. Jangan mengatakan oh bahaya ini,” jelasnya.
JK berpendapat, pejabat negara harus berpikir sesuai kondisi Indonesia, jangan hanya percaya dengan perkataan lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF) atau Bank Dunia.
Baca Juga
Jika para pejabat menyampaikan ancaman, JK khawatir masyarakat malah akan menukarkan rupiahnya ke dolar supaya aman. Begitu juga para investor jadi takut ke Indonesia.
“Akibatnya apa? Rupiah melemah dan makin tidak jalan investasi karena tidak ada harapan. Semua orang berinvestasi kalau ada harapan. Begitu Anda mengatakan tidak ada harapan, dia berhenti, atau pindah ke negara lain,” ujar JK.
Sebelumnya, Sri Mulyani beberapa kali mengingatkan risiko yang akan mengintai perekonomian dunia pada tahun depan, termasuk ancaman resesi global.
Dia berpendapat tantangan yang masih perlu diwaspadai pada 2023 yaitu ancaman akibat perubahan iklim, ketegangan geopolitik yang terus berlangsung, sehingga menyebabkan disrupsi pasokan global yang memicu lonjakan inflasi.
Lonjakan inflasi secara global pun memicu bank sentral di banyak negara mengetatkan kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga secara agresif, terutama di negara maju, dan ini menambah ketidakpastian khususnya di negara berkembang.
“Jadi ketidakpastiannya banyak, makanya disebutkan di tengah risiko bagaimana kita tetap mencapai ekonomi yang tetap kuat dan bertahan, padahal pola risikonya jadi lebih sulit diprediksi,” jelas Sri Mulyani, Jumat (18/10/2022).