Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa media asing menyoroti Indonesia terkait kebijakan penghentian peredaran semua obat sirup, karena disinyalir mengandung bahan kimia dietilen glikol (DEG) penyebab kasus gagal ginjal akut.
Media di China, misalnya, memberitakan kasus gagal ginjal akut di Indonesia.
“Indonesia menghentikan semua obat cair setelah 99 anak meninggal karena cedera ginjal akut,” tulis judul berita media China, Xinhua.
Media itu juga mengungkap pernyataan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI soal kasus gagal ginjal akut yang terjadi di dalam negeri.
“Indonesia menghentikan sementara peredaran semua obat cair setelah mendeteksi 206 kasus gagal ginjal akut di 20 provinsi dengan 99 kematian,” kata Kementerian Kesehatan dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022).
Selain China, negara lain seperti Singapura lewat media The Straits Times, dan media di Dubai, Alarabiya News juga memberitakan kasus gagal ginjal di Indonesia.
Baca Juga
“Indonesia melarang semua sirup, obat cair setelah kematian anak-anak,” tulis judul berita The Straits Times.
“Indonesia melarang semua sirup, obat cair setelah kematian 100 anak,” judul berita di Alarabiya News, Dubai.
Media asing lainnya yang turut memberitakan kasus gagal ginjal akut di Indonesia yaitu Aljazeera.
“Indonesia melarang semua sirup, obat cair setelah 99 kematian anak,” tertulis judul di media Aljazeera yang memberitakan Indonesia.
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril mengatakan, bahwa kenaikan kasus gagal ginjal akut pada anak-anak yang berusia kurang dari enam tahun, terjadi sejak akhir Agustus 2022.
"Jumlah kasus meningkat pada anak-anak sejak akhir Agustus, terutama yang berusia kurang dari enam tahun. Beberapa kasus disertai gejala seperti diare, batuk, mual, atau muntah," kata Syahril.
Kemenkes RI juga menegaskan bahwa kasus tersebut tidak terkait dengan vaksin Covid-19 yang menjadi target injeksi hanya diperuntukkan untuk anak-anak berusia enam tahun ke atas.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan bahwa obat sirup dengan bahan berbahaya tersebut tidak terdaftar di dalam negeri. Meski begitu, hingga kini pihak berwenang menyatakan bahwa penyelidikan tengah dilakukan.