Bisnis.com, JAKARTA – Ketegangan antara Amerika Serikat dan China mengenai masalah Taiwan kini sedang tidak stabil. Adapun meningkatnya kekuatan ekonomi dan militer China berisiko memicu gelombang militerisasi di kawasan Asia-Pasifik.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (19/10/2022), Evan Feigenbaum dari Carnegie Endowment for International Peace mengungkapkan bahwa pilar dasar yang menjaga posisi China-Taiwan-AS selama beberapa dekade telah terkikis.
Hal ini disampaikan Evan dalam diskusi panel Asia Society di Melbourne, beberapa hari setelah Presiden China Xi Jinping menyampaikan rencana unifikasi Taiwan dalam pidato pembukaan kongres Partai Komunis.
Kestabilan kekuasaan di China mulai bergeser dan meningkatkan kemungkinan Beijing menggunakan kekuatan militer untuk peroalan Taiwan.
“Kepentingan isu ini akan tumbuh secara eksponensial selama beberapa tahun ke depan,” kata Feigenbaum, yang juga mantan pejabat Departemen Luar Negeri.
Pada kesempatan yang sama, Raja Mohan dari Institute of South Asian Studies mengatakan ekspansi dramatis China sebagai kekuatan ekonomi dan militer dalam beberapa tahun terakhir memicu dorongan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan di seluruh Asia-Pasifik.
Baca Juga
Menurutnya, Jepang, Korea Selatan dan India juga sudah memperluas pertahanan militer mereka di tengah kekhawatiran tentang proyeksi kekuatan Beijing. Dia juga menyoroti bentrokan perbatasan yang mengkhawatirkan antara China dan India.
"Nantinya bisa dilihat lebih banyak militerisasi di pinggiran China," katanya.
Panel diskusi ini juga membahas peningkatan keunggulan kemitraan keamanan empat negara, Jepang, India, Australia dan AS, dalam menanggapi China.
Raja mencontohkan bahwa ada pergeseran India dari gerakan non-blok setelah kemerdekaan menjadi lebih condong ke AS dan sekutunya.
Selain itu, Pejabat di Departemen Perdana Menteri dan Kabinet Australia Katrina Cooper memberikan respons positif terhadap kemitraan empat negara dengan mengatakan itu bukan kesepakatan militer melainkan sebuah badan yang dapat bekerja bersama institusi global.
Namun, hal tersebut bertentangan dengan Shafiah Muhiba dari Pusat Studi Strategis dan Internasional Indonesia. Dia menegaskan sebagian besar negara Asia Tenggara memiliki ikap berbeda mengenaik kemitraan empat negara dan kerja sama keamanan AUKUS antara AS, Inggris, dan Australia.
Menurutnya Shafiah, untuk sementara Asia Tenggara menjadi arena utama untuk politik yang memiliki kekuatan besar, sehingga menyebabkan kekhawatiran bahwa perkembangan ini tampaknya tidak melayani kepentingan kawasan.