Bisnis.com, JAKARTA - Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari YLBHI, LBH Pos Malang, LBH Surabaya, Lokataru, IM 57+ Institute dan KontraS mengemukakan 12 temuan awal terkait dengan aksi pelanggaran HAM oleh sejumlah pihak di Stadion Kanjuruhan.
Dalam laporan dari hasil investigasi selama 7 hari, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis. Tindak kejahatan tersebut tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.
Selain itu, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menduga timbulnya korban jiwa akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian.
“Saat proses investigasi, kami bertemu dengan sejumlah saksi, korban dan keluarga korban dengan kondisi ada yang mengalami gegar otak, luka memar bagian muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat peristiwa kekerasan yang telah terjadi,” tulis Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran persnya, Minggu (9/1/2022).
Adapun, 12 temuan awal tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, bahwa pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata. Padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu
Baca Juga
Kedua, bahwa ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, diketahui terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan. Berdasarkan keterangan para saksi yang ada, hal tersebut terjadi oleh karena para suporter hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain.
“Namun, hal tersebut direspon secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan,” lanjut Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil.
Ketiga, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menemukan bahwa sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak. Padahal berdasarkan Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.
Keempat, bahwa tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang
Kelima, berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribun sisi selatan, timur, dan utara. Alhasil, hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di tribun.
Keenam, bahwa saat ingin hendak keluar dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci. Di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian dan hal ini berdampak sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa
Ketujuh, setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian. Akibatnya para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.
Kedelapan, peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam tetapi juga terjadi di luar stadion.
“Diketahui, aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion; dugaan kuat kondisi paska tribun adalah momen dibanyak penonton mermggang nyawa. Pada saat itu pula tidak didapat kondisi fasilitas medis yang optimal untuk merespon kondisi kritis penonton yang terpapar asap,” lanjut Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil.
Kesembilan, pasca-peristiwa, diketahui ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.
Kesepuluh, bahwa hingga saat ini tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.
Kesebelas, bahwa saat Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil masih sedang melakukan pendalaman fakta, komunikasi telah dilakukan dengan Komnas HAM dan LPSK untuk menyampaikan sejumlah laporan.
“Tetapi kami belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban,” tulis Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil
Keduabelas, bahwa terkait dengan adanya narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi ‘kerusuhan’ merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan.
“Dalam peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil. Lalu perihal adanya minuman alkohol juga informasi yang dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini, sebab tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion dikarenakan saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh Panpel dan aparat kepolisian,” tutup Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil