Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara mengenai hitungan kerugian negara yang disebut sering berubah-ubah dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu.
Adapun, nilai kerugian negara sempat beberapa kali berubah, mulai dari Rp78 triliun, lalu bertambah Rp104,1 triliun, dan terakhir menjadi Rp86 triliun.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah mengatakan bahwa nilai kerugian yang dimaksud bukan berubah, tetapi beda hitungan.
“Bukan berubah. Itu ada beda hitungan dia untuk dimasukkan ke masing-masing kualifikasi, karena antara kerugian negara dengan perekonomian kan indikatornya berbeda. Kalau perekonomian kan akibat, dampak, yang belum uang keluar. Nah kalau kerugian negara yang sudah keluar," tutur Febrie kepada Bisnis, Kamis (6/10/2022).
Febrie memaparkan bahwa butuh ketelitian dalam membagi indikator antara kerugian negara dan perekonomian negara. Hal tersebut menjadi bagian dari upaya pembuktian jaksa dalam proses penuntutan di pengadilan.
"Contohnya kalau dampak itu kan dihitung dia ada beberapa, ada lingkungan hidup, ada yang lain-lain, memasukkan yang lain-lain itu yang lebih teknis JPU yang tahu. Tapi sebenernya itu hanya teknis jaksa mempertahankan di persidangan," paparnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kuasa Hukum Surya Darmadi Juniver Girsang mempertanyakan ihwal perubahan nilai kerugian negara dalam kasus ini yang dikoreksi beberapa kali oleh Jaksa.
"Kejagung pernah mengumumkan nilai kerugian negara di kasus Surya Darmadi mencapai Rp104 triliun. Namun, angka tersebut berubah dalam dakwaan menjadi hanya Rp78 triliun. Lantas, naik lagi menjadi lebih dari Rp80 triliun. Lah, ini kan tidak masuk akal," kata Juniver.