Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah, bersama pemerintah pusat, berkontribusi membantu masyarakat terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kemudian, Kepala Negara menyampaikan inflasi yang diperkirakan bertambah hingga 1,8 persen, bisa berpengaruh terhadap kemampuan ekonomi masyarakat.
"Ini yang kami tidak mau. Oleh sebab itu, Saya minta Gubernur, Bupati, Wali Kota bersama Pemerintah Pusat bisa kerja sama seperti saat mengatasi Covid-19. Saya yakin, Insyallah bisa kita lakukan sehingga inflasi di tahun ini kita harapkan bisa dikendalikan dibawah 5 persen," tuturnya saat melakukan Pembahasan Pengendalian Inflasi dengan Seluruh Kepala Daerah di Istana Kepresidenan, Senin (12/9/2022).
Bantuan dari Pemda yang dimaksud Jokowi adalah 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dialokasikan untuk subsidi dalam rangka menyelesaikan dampak penyesuaian harga BBM.
Menurutnya, subsidi tersebut bisa diberikan dalam bentuk bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang membutuhkan di antaranya nelayan, ojek, hingga pelaku UMKM.
"Bentuknya bisa bansos, terutama pada rakyat yang sangat membutuhkan, nelayan misalnya harian menggunakan solar, ini bisa dibantu dengan menyubsidi mereka, ojek misalnya ini juga menggunakan BBM bisa di bantu dari subsidi ini. Juga umkm bisa juga dibantu dalam pembelian bahan baku yang naik karena kemarin ada penyesuaian harga BBM," ungkapnya.
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Jokowi kembali menyampaikan kondisi Negara yang kian sulit karena krisis energi, krisis pangan, dan krisis finansial akibat dampak pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina.
Krisis tersebut, katanya, juga menjadi dasar pemerintah mengambil kebijakan penaikan harga BBM. Pasalnya, krisis energi terjadi di tingkat global, tidak hanya di Indonesia.
Lebih lanjut, Jokowi menyebut harga BBM di beberapa negara sudah berada di angka Rp17.000 hingga Rp30.000 per liter.
"Bahkan, gas di Eropa sekarang ini sudah naik hingga enam kali, ada yang tujuh kali sehingga apa yang sudah kita tahan tahan saat itu, subsidi BBM kita agar tidak membengkak lagi, ternyata tidak bisa kita lakukan," katanya.
Jokowi menjelaskan bahwa subsidi BBM yang sebelumnya mencapai Rp152 Triliun membengkak hingga tiga kali lipat menjadi Rp502,4 triliun sehingga keputusan untuk menyesuaikan BBM terpaksa untuk diambil.
"Ini pun jumlah [subsidi] yang ada ini, setelah kami lihat lebih detail, kuota subsidinya hanya untuk 23 juta kiloliter Pertalite dan 15,1 juta kiloliter Solar. Dan setelah dikalkulasi ini hanya bisa sampai pada awal Oktober," katanya.
Sementara itu, sambungnya, jika sampai akhir tahun kebutuhan BBM bisa menjadi 29,1 juta kiloliter untuk Pertalite dan 17,4 kiloliter untuk solar. Dengan demikian, untuk kebutuhan anggaran subsidi bisa bertambah sebesar Rp195 triliun sehingga total kebutuhan subsidi mampu menembus Rp700 triliun.
"Kalau kita lakukan itu [menambah kebutuhan subsidi] bisa-bisa sampai Rp700 triliun, uangnya dari mana? Enggak mampu APBN kita,” ujarnya.