Bisnis.com, JAKARTA - Banjir di Pakistan diperkirakan menelan kerugian lebih dari 10 miliar dolar AS (Rp148,8 triliun), kata Menteri Perencanaan Ahsan Iqbal, Senin (29/8/2022).
Dia mengatakan dunia berkewajiban membantu negaranya mengatasi dampak perubahan iklim akibat ulah manusia.
Banjir bandang yang belum pernah terjadi sebelumnya di Pakistan itu disebabkan oleh hujan monsun.
Dalam beberapa pekan terakhir, bencana itu telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan berdampak pada lebih dari 33 juta lainnya atau sekitar 15 persen dari 220 juta penduduk Pakistan.
Iqbal sebelumnya menyebut situasi di sana sebagai bencana kemanusiaan akibat iklim dengan skala luar biasa.
"Saya pikir (bencana) ini akan menjadi sangat besar. Sejauh ini, perkiraan sangat awal… lebih tinggi dari 10 miliar dolar," kata dia.
"Kami sudah kehilangan 1.000 nyawa manusia. Ada kerusakan pada hampir satu juta rumah," katanya.
Iqbal menilai bencana tersebut lebih buruk daripada yang menimpa Pakistan pada 2010, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengirimkan bantuan bencana terbesar yang pernah digelontorkan.
Menurutnya, diperlukan waktu sekitar lima tahun untuk membangun kembali dan merehabilitasi kerusakan akibat banjir itu, sementara dalam jangka pendek warga akan menghadapi kelangkaan pangan yang akut.
Untuk memitigasi hal itu, Menteri Keuangan Miftah Ismail mengatakan Pakistan bisa mempertimbangkan untuk mengimpor sayuran dari seteru mereka, India.
Kedua negara bertetangga itu sejak lama tidak saling bertransaksi dalam perdagangan.
"Kami dapat mempertimbangkan impor sayuran dari India," kata Ismail kepada Geo News TV, seraya menyebut sumber-sumber pasokan pangan lain seperti Turki dan Iran.
Harga pangan telah meroket sejak tanaman pangan dan jalan-jalan penghubung hancur akibat banjir.
Perdana Menteri India Narendra Modi mengaku merasa sedih dengan bencana banjir di Pakistan.