Bisnis.com, SOLO - Taiwan mulai memberi respons saat China semakin keranjingan dengan berani melanggar batas imajiner di Selat Taiwan.
China memang tidak pernah secara resmi mengakui garis imajiner yang dibuat oleh seorang jenderal AS pada tahun 1954 tersebut.
Dulunya, garis ini dibuat pada puncak permusuhan Perang Dingin antara China Komunis dan Taiwan yang didukung AS.
China tak pernah memisahkan dirinya dari Taiwan karena Beijing percaya Taipei masih menjadi wilayah resmi Tiongkok.
Selat Taiwan lebarnya sekitar 180 km dan pada titik tersempitnya, garis tengahnya sekitar 40 km dari perairan Taiwan. Namun bagi Taiwan, Selat Taiwan atau garis imajiner tersebut adalah pembatas wilayah mereka dari China.
Mengacu pada pelanggaran yang dilakukan oleh Angkatan Laut China, Taiwan kini tengah bersiap menurunkan kapal perang yang jauh lebih besar daripada apa yang digunakan China.
Baca Juga
Menurut salah seorang pejabat Taiwan yang tidak mau disebutkan namanya, sudah saatnya Taiwan bereaksi secara militer jika pasukan China memasuki 12 mil laut perairan teritorialnya.
"Mereka ingin meningkatkan tekanan pada kami dengan tujuan akhir kami melepaskan garis tengah," kata seorang pejabat Taiwan yang akrab dengan perencanaan keamanan di wilayah tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, fregat dan kapal perusak kedua belah pihak telah bermain kucing-dan-tikus dengan kapal-kapal China yang berusaha untuk bermanuver di sekitar patroli Taiwan untuk melewati batas.
Jet tempur China juga telah melewati batas bulan ini, meskipun hanya berjalan singkat, sesuatu yang jarang dilakukan angkatan udara China di masa lalu.
Mr Chieh Chung, seorang analis keamanan dari think tank National Policy Foundation di Taipei, mengatakan "menggulingkan" konsensus garis tengah telah meningkatkan risiko konflik yang tidak disengaja.
Mr Chieh mengatakan kode keterlibatan untuk penjaga pantai dan militer Taiwan harus ditinjau untuk memberi mereka lebih banyak otoritas dan perlindungan hukum dalam bereaksi terhadap tantangan yang semakin kompleks dari pasukan China.