Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surya Paloh: Lebih Baik Tidak Ada Pemilu, Jika Ini yang Terjadi

Ketum Partai NasDem Surya Paloh menegaskan pemilu harus mempersatukan bangsa, bukan justru memecah belah karena politik identitas yang salah
Ketum Partai NasDem Surya Paloh menegaskan pemilu harus mempersatukan bangsa, bukan justru memecah belah karena penggunaan politik identitas yang salah. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ketum Partai NasDem Surya Paloh menegaskan pemilu harus mempersatukan bangsa, bukan justru memecah belah karena penggunaan politik identitas yang salah. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh menyatakan kekhawatiran akan praktik politik identitas yang berpotensi memecah belah bangsa di Pemilu 2024.

Surya bahkan menegaskan bahwa lebih baik tidak ada pemilu Pemilu jika hanya merusak persatuan dan kesatuan Indonesia. Menurutnya, Pemilu seharusnya menjadi sarana pendidikan politik untuk masyarakat.

"Lebih baik tidak perlu ada Pemilu kalau memang konsekuensi Pemilu itu berwujud pada perpecahan bangsa," ujarnya saat menyampaikan orasi ilmiah di penganugerahan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universitas Brawijaya, dikutip dari YouTube NasDem TV, Senin (25/7/2022).

Surya merasa praktik politik identitas di Indonesia sudah kelewatan batas, seperti yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019. Menurutnya, kekuasaan selama 5-10 tahun tak sebanding dengan perpecahan suatu bangsa. Dia khawatir praktik buruk politik identitas tersebut akan berlanjut di Pemilu 2024. 

"Semua pihak seperti merasa sah-sah saja melakukan segala cara untuk memenangkan kontestasi ini [Pemilu]. Padahal kontestasi semestinya bersandar penuh pada kesadaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan Republik [Indonesia]," ujar Paloh.

Meskipun demikian, Surya Paloh tidak menampik bahwa ada sisi baik dari politik identitas, salah satunya ketika memunculkan kekhasan sebuah partai politik (parpol), asalkan parpol tersebut tetap bersifat inklusif.

Sayangnya, dia melihat praktik politik identitas di Indonesia bersifat ekslusif sehingga tak mau menerima identitas lain yang berbeda sehingga berpotensi memecah belah bangsa.

"Model ini pada gilirannya akan membawa politik identitas menjadi politik kebencian," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper