Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyebut Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan ulama yang mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pemahaman Islam di Indonesia.
Menurutnya, Pengaruh tokoh yang menjadi grand syeikh di Masjidil Haram pada medio 1800-an tersebut masih dapat dirasakan manfaatnya dalam menjawab tantangan perkembangan zaman saat ini.
Oleh sebab itu, Wapres mengatakan pemikiran tokoh tersebut perlu untuk terus digali dan dikembangkan sebagai warisan ilmu dalam meningkatkan kesejahteraan umat.
“Saya menyambut baik dilaksanakannya acara ini yang merupakan upaya untuk menggali dan merevitalisasi pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani, kebanggaan kita seyogyanya kita wujudkan dalam upaya menggali, membangun serta merumuskan kembali pemikiran-pemikiran beliau yang relevan dengan tuntutan perkembangan zaman,” tuturnya lewat konferensi pers secara virtual, Sabtu (23/7/2022).
Wapres menambahkan bahwa pengaruh ilmu dan pemikiran Syekh Nawawi diwariskan kepada murid-muridnya yang kemudian semakin menyebarluaskan ilmu tersebut.
"Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama besar nusantara, dan beberapa menjadi pendiri organisasi keagamaan. Merekalah yang kemudian meneruskan transmisi keilmuan (sanad ‘ilmiyah) kepada umat Islam," katanya.
Baca Juga
Wapres menilai, Syekh Nawawi memiliki corak pemikiran yang moderat (wasathy), inovatif (makhariji), dan tetap ketat mempertahankan metodologi (manhajiy). Hal tersebut dapat dilihat dari karya-karya ilmiahnya di berbagai bidang, seperti teologi, fikih, akhlak, tafsir dan juga tasawuf yang sampai saat ini masih menjadi panduan pengajaran di berbagai pesantren.
"Buku-buku beliau sampai saat ini masih menjadi muqarrar [kurikulum wajib] di berbagai pesantren di nusantara. Bahkan pikiran dan fatwa beliau sampai saat ini masih menjadi pedoman dan pegangan umat Islam di nusantara dalam melaksanakan amaliah ibadah sehari-hari," katanya.
Syekh Nawawi juga memopulerkan pendekatan proporsional dari dua pendekatan dalam ilmu kalam yang saling berlawanan, yaitu pendekatan fatalis (jabbary) dan pendekatan rasionalis (mu'tazily).
“Pendekatan fatalis meyakini bahwa semua perbuatan manusia pada dasarnya telah ditentukan dan diatur secara detail oleh Allah SWT, sehingga manusia hanya mengikuti semua ketentuan tersebut, manusia hanya wayang saja. Sedangkan pendekatan rasionalis meyakini bahwa manusia mempunyai kemampuan dan kekuasaan penuh untuk menentukan dan memilih apa yang dilakukannya,” ungkap Wapres.
Dalam menetapkan hukum agama, sambung Wapres, ulama yang lahir di Banten tersebut, sangatlah progresif dan kontekstual.
"Dalam hal terdapat pendapat ulama sebelumnya tetapi pendapat tersebut dipandang tidak sesuai dengan konteks, artinya sudah tidak tepat lagi yang ada saat itu, maka pendapat itu harus dikaji ulang [i'adah an-nadhar] dan dirumuskan hukum baru yang lebih sesuai dengan konteks,” imbuh Wapres.
Menutup sambutannya, Wapres berharap melalui webinar ini dapat dirumuskan pemikiran-pemikiran terbaik yang dapat digunakan untuk kesejahteraan umat secara luas.