Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berpotensi Krisis Seperti 1998, Pemerintah Harus Hati-Hati Bikin Kebijakan Belanja Negara

Pemerintah harus ekstra hati-hati dalam membuat kebijakan belanja negara dan mewaspadai potensi krisis seperti 1998, meski terjadi kenaikan harga komoditas.
Kerusuhan saat krisis moneter di Jakarta, Mei 1998./Dok. Bisnis
Kerusuhan saat krisis moneter di Jakarta, Mei 1998./Dok. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah harus ekstra hati-hati dalam membuat kebijakan belanja negara dan mewaspadai potensi krisis seperti 1998, meski terjadi kenaikan harga komoditas.

Demikian kesimulan diskusi bertajuk “Ancaman Resesi Global Mengintai, Bagaimana Indonesia Menghadapinya” yang dilaksanakan secara virtual oleh Partai Gelora Indonesia , Kamis (21/7/2022).

Menteri Keuangan RI pda 1998 Fuad Bawazier menilai perekonomian nasional masih terasa nyaman karena diuntungkan faktor eksternal yakni kenaikan harga komoditas dunia.

"Kalau ini kemudian jatuh harganya, bagaimana? Dan kemungkinannya pasti ada, bisa akhir atau awal tahun 2023 bisa saja. Kalau ini terjadi, semua akan drop, bakal kalang kabut," kata Fuad.

Dia berharap pemerintah segera membenahi pengeluaran yang tidak perlu atau tidak penting, karena akan membebani APBN seperti proyek pembanguna Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kerata Api Cepat Jakarta Bandung dan lain-lain. 

"Kita juga harus mendorong kemandirian pangan, banyak sekali sawah berubah fungsi menjadi lahan komersial. Impor beras memang tidak terdengar kuat, namun permintaan gandum sebagai bahan pangan pengganti beras cukup tinggi. Intinya kita meningkatkan kemampuan internal terlebih dahulu," katanya.

Ekonomi Tidak Aman

Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini tidak benar-benar aman dari resesi. Karena itu, pemerintah tidak perlu melakukan pembelaan diri sekedar memberikan rasa aman kepada publik, bahwa Indonesia tidak akan terkena resesi.

Berpotensi Krisis Seperti 1998, Pemerintah Harus Hati-Hati Bikin Kebijakan Belanja Negara

Pedagang cabai menata dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/7/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang bulan Juni 2022 sebesar 4,35 persen (yoy), dimana penyumbang inflasi tersebut berasal dari komoditas cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan telur ayam ras. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

"Jauh sebelum krisis ekonomi tahun 1998 meledak, kita selalu mendengar satu mantra dari para ekonom, bahwa fundamental ekonomi kita kuat. Tapi kenyataannya, kita terkena krisis dan tiba-tiba mantra-mantra itu hilang," ujar Anis.

Upaya itu, saat ini dicoba diulangi lagi oleh pemerintah sekarang dengan mengatakan, bahwa potensi Indonesia kecil terkena resesi.

Sedangkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Gunawan Tjokro mengatakan, pengusaha optimistis bisa melewati kondisi sulit atau krisis. Hal ini, dengan jalan merespons dengan pengetatan pengeluaran dan meningkatkan kapasitas peluang pemodalan dari perbankan.

"Kami ini modalnya optimistis, bahkan saat krisis ada opsi peluang pinjaman malah kita optimalkan. Terpenting cash flow terus berjalan," kata Gunawan.

Bagi pengusaha, lanjutnya, dampak krisis terjadi dari konsumen menahan konsumsinya. Kemudian juga disikapi pengusaha dengan menahan atau menunda belanja modal dan fokus pada pengeluaran rutin terlebih dahulu, katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper