Bisnis.com, SOLO - Keluarga sempat tak diperbolehkan membuka peti jenazah milik Brigadir J yang tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel kemudian memberikan tanggapan mengenai larangan tersebut.
Menurut Reza, inisiatif personel polisi melarang pihak mana pun melihat apalagi memotret jenazah dapat dipahami sebagai langkah konstruktif.
“Hal tersebut barangkali disikapi negatif oleh pihak yang ingin melihat jenazah,” kata Reza pada Sabtu (16/7/2022).
Selain itu, ia mengatakan bahwa kondisi jenazah dapat menyebabkan trauma. Setiap orang memiliki ambang toleransi masing-masing terhadap peristiwa traumatis. Ada yang rendah, ada yang tinggi. Hal itu pun dapat menyebabkan vicarious trauma.
Ketika seseorang mengalami vicarious trauma, guncangan yang dirasakan bisa sama dengan orang-orang yang mengalami trauma langsung. Dampaknya pun luas, mulai fisik, psikis, hingga sosial.
Baca Juga
“Ini menjadi dasar teoretis pelarangan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, keputusan personel polisi yang sempat melarang peti jenazah Brigadir J untuk dibuka merupakan langkah penuh empati.
Sebab, menurut Reza, apa yang dilihat oleh mata awam berbeda tafsir dengan apa yang dilihat oleh mata profesional.
“Ketika jenazah dinilai oleh mata awam, keakuratannya juga sangat mungkin berbeda dengan mata profesional yang terlatih untuk itu,” kata Reza.
Selain itu, ketika foto jenazah tersebar lalu dikomentari secara keliru oleh yang bukan ahlinya, komentar-komentar tersebut dapat memunculkan imajinasi yang tak terkendali. Imajinasi sedemikian rupa akan melipatgandakan risiko vicarious trauma.