Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe memerintahkan militernya untuk memulihkan ketertiban setelah pengunjuk rasa menyerbu kantornya kemarin.
Wickremesinghe sebelumnya ditunjuk sebagai penjabat presiden oleh Presiden Gotabaya Rajapaksa yang telah meninggalkan negara itu. Hanya saja keputusan untuk menyerahkan kekuasaan memicu protes lebih lanjut yang menuntut agar perdana menteri juga harus pergi.
Sri Lanka telah menderita krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Banyak yang menyalahkan pemerintahan Rajapaksa atas krisis tersebut dan menilai Wickremesinghe, yang menjadi perdana menteri pada Mei, sebagai bagian dari masalah.
Kemarin, untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari seminggu, pengunjuk rasa masuk ke istana negara yang kosong. Kali ini mereka masuk ke kantor perdana menteri.
Dengan aksi yang sama dengan sebelumnya di kediaman resmi presiden yang diduduki, orang-orang di kantor perdana menteri duduk-duduk di sofa mewah sambil berfoto. Sementara itu, yang lain berdiri di kursi dan meja sambil mengibarkan bendera Sri Lanka.
Dalam pidato televisi, Wickremesinghe meminta para pengunjuk rasa untuk meninggalkan kantornya yang diduduki dan gedung-gedung negara lainnya dan bekerja sama dengan pihak berwenang.
"Kita tidak bisa merobek konstitusi kita. Kita tidak bisa membiarkan kelompok fasis mengambil alih. Kita harus mengakhiri ancaman fasisme terhadap demokrasi ini," katanya ssperti dikutip BBC.com, Kamis (14/7/2022).
Namun, ketika ditanya apakah pernyataan perdana menteri merupakan indikasi bahwa tentara akan mengambil alih, seorang pengacara hak asasi manusia di Kolombo, Bhavani Fonseka mengatakan kepada BBC bahwa Sri Lanka tidak memiliki sejarah dimana militer telah memainkan peran aktif.
Sri Lanka dalam politik atau pemerintahan, tidak sama dengan beberapa negara lain di Asia, katannya.
"Kami memiliki demokrasi yang sangat kuat dan telah dipilih perwakilan untuk peran itu. Tetapi kami juga berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, jadi segala sesuatu mungkin terjadi," tambahnya.
Di luar kantor presiden, tentara bersenjata berdiri diam menyaksikan para pengunjuk masuk. Para demonstran pun mengabaikan seruan perdana menteri agar kantor dikosongkan.