Bisnis.com, JAKARTA - Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) memberi catatan kritis atas meninggalnya Brigadir Pol J karena penembakan yang diduga dilakukan Bharada Pol E di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) lalu.
Menurut peneliti ICJR Iftitahsasi, perlu ada pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan agar dapat dibuktikan, apakah ada ada potensi tindakan sewenang-wenang hingga penyiksaan terhadap korban Brigadir Pol J.
Pasalnya, berdasarkan keterangan keluarga korban Brigadir Pol J, ditemukan luka sayatan di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Selain itu, keluarga korban juga awalnya dilarang untuk melihat jenazah tersebut.
“Kedua, dalam proses penyidikan kasus ini juga perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalangi proses penyidikan. Seperti kabar seluruh kamera CCTV di lokasi rusak, lalu ada juga info ada CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga,” jelas Iftitah, Rabu (13/7/2022)
Ia merasa perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini.
Pasal 221 KUHP, kata Iftitah, mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.
Baca Juga
Ketiga, untuk memastikan proses penyidikan yang independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan.
Hal ini penting mengingat ada relasi kuasa dalam kasus ini, karena kejadian ini melibatkan perwira tinggi kepolisian yang menjabat sebagai Kadiv Propam Polri yang rumahnya menjadi TKP.
“Indikasi bahwa pengusutan kasus ini akan sulit berjalan dengan transparan sudah mulai terlihat dari ketika pihak kepolisian baru mengungkap peristiwa ini ke publik pada Senin 11 Juli 2022 ketika waktu kejadiannya sudah lewat 3 hari,” tambahnya.
Terakhir, bagi ICJR peristiwa ini kembali mengingatkan kita bahwa pengawasan internal dari lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif.
ICJR melihat pengawasan oleh Propam jelas tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan semacam kasus ini, yaitu kasus-kasus yang melibatkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian.
“Perlu harus ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri. Oleh karena itu perlu perubahan KUHAP dan revisi UU Kepolisian,” kata Iftitah.