Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, mendapat dukungan dari Partai Konservatif yang berkuasa, tidak pernah lepas dari skandal sejak memenangkan pemilihan umum (pemilu) pada 2019.
Tokoh Brexit berusia 58 tahun itu tercatat bergabung dengan anggota parlemen Tory (Partai Konservatif) lainnya dalam menggulingkan pendahulunya Theresa May pada pertengahan 2019.
Setelah mengambil alih dalam kontes kepemimpinan internal, dia kemudian memenangkan dukungan pemilih yang luar biasa pada Desember 2019 dengan janji untuk "menyelesaikan Brexit".
Akan tetapi, kontroversi segera menyusul tetapi pada awalnya tidak banyak mengurangi popularitasnya.
Setelah secara dramatis selamat dari serangan Covid-19 yang hampir membuatnya kehilangan nyawa, dia menjadi ujung tombak peluncuran vaksin massal pertama di dunia sehingga popularitasnya meningkat.
Beberapa bulan kemudian, Johnson mendapat serangan balasan ketika dia mencoba mengubah aturan disiplin parlemen.
Baca Juga
Tujuannya untuk menyelamatkan sekutunya, mantan anggota parlemen Tory Owen Paterson, dari pemberhentian sementara sebagaimana dikutip NDTV.com, Kamis (7/7/2022).
Skandal "Partygate" yang sangat merusak kemudian meledak dan pada bulan April, Johnson menjadi perdana menteri pertama yang ditemukan telah melanggar hukum saat menjabat. Beberapa kesalahan kebijakan lainnya sejak itu terus mengganggu karier politiknya.
Skandal Utama
Kontroversi lain yang telah menghantui Johnson termasuk pertanyaan tentang siapa yang membayar untuk renovasi mewah flat Downing Street-nya dan liburan mahal ke pulau pribadi Karibia.
Pada tahun lalu, banyak tuduhan keji muncul, sebagian besar berpusat pada banyak anggota parlemen Konservatif dengan pekerjaan sambilan yang menguntungkan, berpotensi melanggar aturan lobi.
Akan tretapi, "Partygate" menjadi puncak skandal yang membawa ketidakpuasan ke tingkat yang baru, baik dengan anggota parlemennya sendiri maupun publik.
Meskipun hanya didenda sekali oleh polisi karena menghadiri satu pertemuan seperti itu, sebuah laporan internal yang memberatkan menyatakan dia harus bertanggung jawab atas budaya melanggar aturan secara keseluruhan.
Kontroversi terbaru tampaknya telah membuktikan tantangan terakhir bagi mantan sekutu Johnson di kabinet.
Anggota parlemen konservatif Chris Pincher mengumumkan berhenti sebagai wakil kepala displin pemerintah minggu lalu menyusul tuduhan bahwa dia telah meraba-raba dua pria saat mabuk di sebuah klub anggota pribadi eksklusif di London.
Klaim lebih lanjut tentang pelanggaran seksual juga muncul.
Setelah berhari-hari memberikan penjelasan tentang apa yang diketahui Johnson terkait dugaan perilaku Pincher, akhirnya banyak pihak mengklaim bahwa dia tidak jujur.
Kini Johnson, yang sudah lama dikenal karena menentang gravitasi politik, sedang berjuang untuk mempertahankan kekuasaannya dengan seutas benang setelah lebih dari 40 pejabat utama dan menteri senior di kabinetnya muncur massal.