Bisnis.com, JAKARTA – Bareskrim Polri melepaskan tersangka kasus invetasi bodong yang juga bos dari Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya Cipta Henry Surya pada Jumat malam, 24 Juni 2022.
Dilansir dari Tempo, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan bahwa Henry Surya dibebaskan karena masa penahanannya selama 120 hari telah habis.
Whisnu menyatakan, bebasnya Henry Surya lantaran berkas perkaranya masih belum rampung.
Ia juga mengatakan Polri masih menunggu berkas perkara Henry Surya diteliti oleh pihak Kejaksaan. Dia bilang, kendala penanganan berkas perkara bukan ada di Polri.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana juga menanggapi terkait langkah Bareskrim tersebut.
Dia memaparkan bahwa berkas perkara tiga tersangka kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya belum lengkap dan belum memenuhi syarat formil dan meteriil.
Baca Juga
Tiga tersangka itu adalah Henry Surya, JI, dan SA.
“Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 110 Ayat 2 KUHAP,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Sabtu, 25 Juni 2022.
Menurut Ketut, berkas perkara telah dikirimkan kembali kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri pada Jumat, 24 Juni 2022.
Surat itu bernomor B-2472/E.3/Eku.1/06/2022 tanggal 24 Juni 2022 atas nama Tersangka SA; B-2473/E.3/Eku.1/06/2022 tanggal 24 Juni 2022 atas nama tersangka JI; dan B-2474/E.3/Eku.1/06/2022 tanggal 24 Juni 2022 atas nama tersangka HS.
Ketut mengatakan, kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka sebaiknya dilakukan secara selektif, khususnya apabila perkara tersebut masih tahap penyidikan dalam proses kelengkapan berkas perkara.
"Keluarnya tersangka demi hukum, dapat disampaikan bahwa hal tersebut tidak dapat mendesak jaksa untuk menyatakan berkas perkara lengkap (P-21)," ujar Ketut.
Dalam penanganan setiap perkara, ujar Ketut, diperlukan koordinasi dan komunikasi intensif guna mengantisipasi kesalahan yang dapat terjadi dalam penegakan hukum.
"Sikap kehati-hatian yang dilakukan dalam penelitian dan menerbitkan P-21 adalah untuk perlindungan korban dan HAM, serta meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses pembuktian di persidangan."
“Demikian hal ini disampaikan untuk bahan klarifikasi atas pemberitaan yang menyudutkan fungsi prapenuntutan dalam kasus Indosurya.” Kata Ketut.