Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). Menggabung tiga perkara sekaligus, agendanya adalah pemeriksaan perbaikan. Salah satu pemohon tidak hadir.
Pemohon Perkara 47/PUU-XX/2022, Mulak Sihotang yang berprofesi sebagai sopir angkot tidak hadir menyampaikan perbaikan permohonan secara lisan. Akan tetapi, dia telah menyerahkan perbaikan permohonan secara tertulis kepada Kepaniteraan MK.
“Nanti akan tetap kami laporkan dalam rapat permusyawaratan hakim untuk memutuskan bagaimana kelanjutan dari permohonan Perkara 47 ini,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat selaku ketua sidang panel dikutip melalui situs mkri.id, Kamis (12/5/2022).
Selanjutnya, panel hakim memeriksa perbaikan permohonan perkara 48/PUU-XX/2022 yang diajukan Damai Hari Lubis yang berprofesi sebagai advokat.
Melalui kuasa hukum Firly Noviansyah menjelaskan bahwa permohonan yang diajukan merupakan pengujian formil UU IKN. Selain itu, Firly juga menyampaikan adanya renvoi terkait redaksional pemohon.
“Sebelumnya tertulis para pemohon, kami ganti jadi pemohon karena pemohonnya tunggal,” jelasnya.
Baca Juga
Sementara itu, perkara Nomor 49/PUU-XX/2022 disampaikan secara daring oleh Phiodias Marthias selaku pemohon. Phiodias dalam perbaikannya menuturkan bahwa permohonan yang diajukannya masih dalam tenggat waktu pengujian formil UU IKN.
Phiodias juga menegaskan bahwa kedudukan hukum dengan sejumlah alasan pemohon sebagai pegiat sosial dan advokat. Kemudian pemohon menyampaikan kerugian-kerugian konstitusional yang dialami dalam kedudukan hukum.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar Selasa (19/4/2022), Mulak mendalilkan pembentukan UU IKN sejak mulai dari perencanaan, penyusunan, pengesahan, atau penetapan harus bersifat transparan dan terbuka serta melibatkan partisipasi masyarakat.
Pemohon mendapati beberapa prosedur yang dilanggar dalam proses pembentukan UU IKN, yakni UU Penataan Tata Ruang Nomor 7 Tahun 2007, Perda Nomor 10 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur, dan Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.
Akibat dilanggarnya peraturan perundang-undangan tersebut, dia menilai berakibat pada cacat formil dari UU IKN.
Jika melalui prosedur yang benar, seharusnya rencana induk tata ruang provinsi Kalimantan Timur direvisi terlebih dahulu agar didapatkan rekomendasi untuk pembuatan master plan Ibu Kota Nusantara.
Dengan begitu, ketika pindahnya IKN diharapkan mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemerintah setempat dan tidak memindahkan secara serta-merta begitu saja.
42 Hari
Sedangkan Damai Hari Lubis melalui kuasa hukumnya Arvid Martdwisaktyo mendalilkan bahwa pembahasan RUU dalam UU IKN hanya butuh 42 hari. Pembentukannya tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara dan pelaksanaan pembangunan.
Hal ini karena rencana perpindahan IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
“Ibu Kota Negara mendadak muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran Ibu Kota Negara tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021 dan 2022,” ujar Arvid dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan, Selasa (19/4/2022).
Sedangkan pemohon Phiodias Marthias mendalilkan UU IKN berpotensi menyebabkan terganggunya eksistensi masa depan bangsa Indonesia.
Gagasan pembentukan UU IKN berpotensi menjadi beban masa depan bangsa. Hal tersebut terjadi karena landasan pertimbangan pembentukan UU IKN tidak memperhatikan perlunya penguatan pondasi pembangunan pencerdasan bangsa sebelum perjalanan bangsa melangkah lebih jauh.