Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta Anis Matta mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas keberaniannya mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin untuk hadir dalam pertemuan G20 di Bali pada November 2022 mendatang di tengah ketidakpastian kapan berakhirnya perang Rusia-Ukraina.
Anis Matta menilai bagaimanapun juga Indonesia tidak bisa memandang remeh dampak dari perang kedua negara tersebut meski letak Indonesia secara geografis jauh dari wilayah konflik. Oleh karena itu, sikap Indonesia yang berupaya mengundang Putin dan aktif memainkan perannya di tataran global tersebut sangat tepat.
“Sikap Pesiden Jokowi itu perlu diapresiasi kendati KTT G20 diancam bakal diboikot AS dan sekutunya,” ujar mantan wakil ketua DPR tersebut.
Sejauh ini Amerika Serikat memang berupaya memengaruhi sejumlah negara lain untuk tidak bersikap netral dan mengecam kebijakan Rusia yang menginvasi Ukraina.
“Indonesia memang harus melakukan mediasi dari awal meski kita terlalu jauh dari lokasi konflik,” ujar Anis.
Dia menambahkan bahwa posisi indonesia sudah benar karena jangan sampai Indonesia menjadi collateral damage atau menjadi pertaruhan yang merugikan akibat dampak dari konflik kedua negara.
Baca Juga
Dia juga menegaskan Indonesia harus punya kepercayaan diri dan tidak harus tunduk pada kepentingan Amerika Serikat. Bahkan, India juga termasuk yang menolak keinginan AS karena negara tersebut sangat bergantung pada Rusia dari sisi kebutuhan bahan bakar dan persenjataan.
"Pembicaraan Presiden Jokowi dengan Putin itu, provokasi besar bagi Amerika Serikat, ya memang itu yang harus dilakukan. Seharusnya Indonesia melakukan mediasi dari awal, tidak hanya sekarang," katanya kepada wartawan, Selasa (3/5/2022).
Di sisi lain, Anis Matta juga memuji Putin yang berhasil membangun Rusia dari reruntuhan pasca bubarnya Uni Soviet. Bahkan kembali menjadi kekuatan global bisa mengimbangi dominasi Amerika Serikat dan Barat (Uni Eropa).
"Kalau Putin dipuji disini, itu karena kita ingin ada pemimpin seperti itu. Jangan hanya kuat, tapi tidak punya visi atau punya visi, tapi tidak kuat. Harus dua-duanya," ujar Anis Matta.
Hanya saja Anis mengingatkan tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan perang Rusia-Ukraina akan berakhir dan bagaimana dampaknya terhadap tatanan masyarakat global.
Sebelumnya, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyatakan perang kedua negara bisa berakhir dalam beberapa tahun. Sekjen NATO Jens Stoltenberg, seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, mengatakan bahwa kemungkinan besar perang itu akan berlarut-larut dan berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Dengan demikian, NATO menyatakan bahwa Barat akan terus memberikan tekanan maksimum pada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri invasi ke Ukraina meski Moskow menyebutnya sebagai ‘operasi militer khusus’. Stoltenberg mengatakan bantuan itu berupa sanksi pada Rusia dan bantuan ekonomi serta militer ke Ukraina.