Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah meningkatkan dugaan kasus kartel minyak goreng ke tahap penyelidikan.
Sejauh ini KPPU telah memeriksa 44 perusahaan terkait praktik kartel yang diduga melibatkan produsen minyak goreng.
Dalam siaran resmi terbarunya, Tim KPPU telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional.
Para produsen minyak goreng itu terindikasi melanggar pasal 5 (penetapan harga), pasal 11 (kartel), dan pasal 19 huruf c tentang penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang dan jasa.
"Melalui temuan tersebut, minggu ini status penegakan hukum telah dapat ditingkatkan pada tahapan penyelidikan," tulis siaran resmi yang dikutip, Senin (28/3/2022).
Sebagaimana diketahui, KPPU telah mulai melakukan proses penegakan hukum
sejak 26 Januari 2022 guna menemukan alat bukti adanya dugaan pelanggaran Undang-
undang No. 5 Tahun 1999 dalam permasalahan lonjakan harga minyak goreng.
Baca Juga
Dalam proses awal penegakan hukum, tim investigasi telah mengundang dan meminta data dan keterangan dari sekitar 44 pihak terkait, khususnya produsen, distributor, asosiasi, pemerintah, perusahaan pengemasan dan pelaku ritel.
Melalui proses tersebut, tim KPPU telah menemukan satu alat bukti yang memperkuat adanya dugaan pelanggaran
undang-undang, khususnya atas pasal penetapan harga, kartel, dan penguasaan pasar.
Adapun proses penyelidikan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang. Penyelidikan akan difokuskan pada pemenuhan unsur
dugaan pasal yang dilanggar, penetapan identitas terlapor, dan pencarian minimal satu alat bukti tambahan.
Dalam hal penyelidikan dapat menyimpulkan dugaan unsur pasal yang dilanggar dan memperoleh minimal 2 (dua) alat bukti, maka proses penegakan hukum dapat
diteruskan ke tahapan Pemeriksaan Pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi.
"Melalui proses Sidang Majelis, KPPU dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa denda hingga maksimal 50 persen dari keuntungan yang diperoleh terlapor dari pelanggaran, atau maksimal 10% dari
penjualan Terlapor di pasar bersangkutan," tukasnya.