Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto kembali menyinggung lagi istilah 'Serakahnomics' ketika menyoroti soal praktik kartel sejumlah bahan pokok masyarakat seperti beras, jagung hingga minyak goreng.
Hal itu disampaikan Prabowo saat berpidato pada acara Perayaan Hari Lahir (Harlah) ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rabu (23/7/2025), malam.
Awalnya, Prabowo menyoroti soal pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia atau UUD 1945, khususnya ayat (2). Bunyinya: "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara."
Kepala Negara lalu bertanya kepada peserta Harlah apabila sejumlah bahan pokok seperti beras, jagung hingga minyak goreng adalah hajat hidup orang banyak di Indonesia. Pertanyaan Prabowo itu pun dibenarkan oleh para peserta.
"Kalau produksi beras ini hajat hidup orang banyak atau tidak? Kalau produksi jagung hajat hidup orang banyak atau tidak? Kalau produksi minyak goreng hajat hidup orang banyak atau tidak? Bagaimana Indonesia produsen minyak goreng, produsen kelapa sawit terbesar di dunia, terbesar di dunia kok bisa minyak goreng hilang? Langka," ucapnya di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (23/7/2025).
Prabowo lalu berkelakar telah mencari-cari apabila ada mazhab atau aliran ekonomi yang bisa menjelaskan situasi tersebut. Dia lalu menyebut perlu adanya istilah baru untuk mendefinisikan situasi, di antaranya ketika Indonesia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng padahal merupakan produsen terbesar kelapa sawit.
Baca Juga
"Ini adalah menurut saya kurang ajar, sampai saya merasa perlu ada istilah baru, ini bukan mazhab neolib atau pasar bebas, atau kapital. Ini mazhab Serakahnomics. Serakahnomics, tolong kawan-kawan kita yang di universitas-universitas itu yang pintar-pintar tolong buka bidang studi Serakahnomics," ungkapnya.
Prabowo mengaku geram mendengar beberapa pemberitaan belakangan ini terkait dengan praktik beras oplosan. Padahal, dia menyebut produksi beras didukung oleh pemerintah dengan subsidi benih, pupuk, hingga pestisida.
Tidak hanya itu, pemerintah juga membangun waduk-waduk untuk keperluan irigasi persawahan petani dengan menggunakan APBN.
Namun pada produk jadinya, ada segelintir pihak yang diduga mengoplos beras premium. Dia pun mengingatkan bahwa hal itu adalah tindak pidana.
"Itu paket diganti beras yang disubsidi ini ditempel katanya beras premium, harganya tambah Rp5.000-Rp6.000. Ini menurut saudara benar atau tidak? Ini adalah pidana," tuturnya.