Bisnis.com, JAKARTA - Polisi telah rampung memeriksa Istri Doni Salmanan, Dinan Fajrina, terkait kasus dugaan penipuan berkedok trading binary option aplikasi Quotex.
Dinan diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang menjerat suaminya tersebut.
Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Reinhard Hutagaol menyebut Dinan diperiksa cukup lama sekitar 12 jam.
Dinan tiba di Gedung Bareskrim Polri pada Selasa (15/3/2022) pukul 13.45 WIB dan selesai menjalani pemeriksaan pada Rabu (16/3/2022) dini hari pukul 01.00 WIB.
"Pulang jam 01.00 WIB," kata Reinhard saat dihubungi Bisnis, Rabu (16/3/2022).
Reinhard belum memerinci materi pemeriksaan terhadap Dinan. Pun Reinhard tidak membeberkan berapa pertanyaan yang ditanyakan penyidik ke Dinan.
Baca Juga
Sebelumnya, Doni Salmanan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia lantaran telah melakukan tindak pidana dugaan penipuan berkedok binary optian platform Quotex.
Hal ini disampaikan Doni saat ditampilkan mengenakan baju tahanan dalam Jumpa Pers Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri pada Selasa (15/3/2022).
"Saya ingin meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah mengenal dunia trading baik, binary option atau forex, crypto dan sebagainya," kata Doni, Selasa (15/3/2022).
Doni berharap seluruh perbuatannya dapat dimaafkan oleh warga khususnya orang-orang yang telah menjadi korbannya.
"Besar harapan saya masyarakat Indonesia bisa memaafkan semua kesalahan saya," ujar Doni.
Adapun, Doni Salmanan disangkakan pasal dugaan tindak pidana judi daring dan penyebaran berita bohong melalui media elektronik dan/atau penipuan atau perbuatan curang dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Adapun pasal yang termaktub, Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Pemberantasan TPPU.
"Ancaman hukuman maksimal 20 tahun," ujar Gatot.