Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kena Tulah Sanksi Rusia: Amerika dan Eropa Dibayangi Resesi!

Harga energi di Eropa melambung ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya lantaran sanksi yang ditetapkan negara-negara kepada Rusia.
Situasi lingkungan yang hancur terkena rudal pasukan Ukraina di Kharkiv, Ukraina/The Moscow Times
Situasi lingkungan yang hancur terkena rudal pasukan Ukraina di Kharkiv, Ukraina/The Moscow Times

Bisnis.com, JAKARTA - Investor perlu ancang-ancang yang menunjukkan sinyal resesi di kawasan Amerika dan Eropa, seperti anjloknya surat utang AS, harga komoditas yang menjulang, dan kenaikan suku bunga Federal Reserve yang terjadi bersamaan.

Kepala Strategi AS Ned Davis Research Ed Clissold mengatakan ketiganya akan menjadi faktor utama yang akan mendorong perekonomian AS ke jurang resesi di tengah berbagai tantangan ekonomi dunia.

Imbal hasil pada kurva surat utang negara AS anjlok mendekati inversi, situasi ketika suku bunga jangka pendek melebihi suku bunga dengan tenor yang lebih panjang.

Harga energi di Eropa melambung ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya lantaran sanksi yang ditetapkan negara-negara kepada Rusia.

“Saat ini, tampaknya ada potensi ketiganya terjadi pada saat yang bersamaan," ujar Cissold dikutip Bloomberg pada Sabtu (13/3/2022).

Harga pangan sudah melampaui level yang mengakibatkan kenaikan harga. Risiko resesi semakin jelas akibat dampak peperangan antara Rusia dan Ukraina sebagai eksportir gandum global sebesar 28 persen dan jagung sebesar 16 persen.

Kepala Penelitian Mata Uang Global Deutsche Bank George Saravelos meyakini The Fed tidak mungkin melakukan intervensi untuk mencegah aksi jual karena akar penyebab lonjakan inflasi saat ini adalah terganggunya pasokan.

Para ekonom Goldman Sachs Group Inc., memprediksi kemungkinan resesi di AS pada tahun depan mencapai 35 persen.

Bank ini juga telah memangkas proyeksi pertumbuhannya lantaran kenaikan harga minyak dan dampak perang di Ukraina.

Sementara itu, Bank of America Corp., mengatakan risiko pada penurunan ekonomi belum terlihat untuk saat ini. Namun, prospeknya semakin tinggi pada tahun depan.

Eropa

Rekor inflasi dan pivot yang hawkish dari Bank Sentral Eropa (ECB) telah mendorong aksi jual besar-besaran di pasar modal Eropa.

Para analis menilai Eropa menjadi kawasan yang paling terdampak dari risiko peperangan yang terjadi saat ini lantaran kedekatan geografis dan ketergantungan energinya pada Rusia.

"Bagi wilayah euro, ada kemungkinan yang tinggi terhadap resesi jika situasi tidak segera kembali normal," ungkap Kepala Ekonom Market Securities LLP Christophe Barraud di Paris.

Menurutnya, risiko itu termasuk kepercayaan pasar yang terguncang akibat perang serta tercekiknya konsumsi rumah tangga dari kenaikan harga makanan dan tagihan listrik. Selain itu, disrupsi terhadap suplai barang juga telah meningkatkan risiko.

Analis Amundi SA, manajer aset terbesar di Eropa mengatakan bahwa resesi ekonomi dan pendapatan sementara kemungkinan akan terjadi.

Sementar aitu, perusahaan tambang dan energi menjadi satu-satunya sektor yang telah melewati keterpurukan pada pasar ekuitas Eropa. Kondisi itu akan berlanjut kecuali kenaikan harga berhasil menghancurkan permintaan.

"Sektor energi di pasar ekuitas adalah satu-satunya yang mendapatkan perlindungan. Pada skenario yang baik, pertumbuhan akan naik dan energi akan terbantu oleh itu,"

ujar Kepala Ekonom Global dan Peneliti Credit Suisse Group AG Nannette Hechler-Fayd’herbe.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper